24. Permintaan Maaf Raymond

12 2 0
                                    

Happy Reading, Love.

"Jangan pernah jatuh cinta sebelum selesai dengan perasaan di masa lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan pernah jatuh cinta sebelum selesai dengan perasaan di masa lalu."

[ ʚ;ɞ ]

“Non, di depan sudah ada Mas Alan nungguin Non,” ujar Bi Rumi membangunkan Zefanya lembut.

Kedua mata coklat milik Zefanya langsung terbuka sempurna saat mendengar ucapan Bi Rumi barusan. “Ngapain dia pagi-pagi ke sini?” tanya Zefanya dengan suara serak khas bangun tidur.

“Katanya mau jemput Non Zee buat berangkat ke sekolah bareng.” Zefanya kembali menelungkupkan wajahnya di atas bantal, laki-laki itu benar-benar menepati janjinya untuk selalu menjemput Zefanya setiap pagi agar gadis itu tidak lagi datang terlambat ke sekolah.

“Ini sudah jam tujuh lewat, lebih baik Non mandi sekarang, kasihan Mas Alan kalau nunggu kelamaan,” tegur Bi Rumi menarik selimut Zefanya.

“Suruh dia berangkat sendiri aja, Bi. Aku nanti berangkat sama Pak Setya aja,” rengek Zefanya malas.

“Kasihan lho Mas Alan sudah jemput pagi-pagi masa disuruh berangkat sendiri,” balas Bi Rumi mulai membantu Zefanya untuk bangkit dari tempat tidurnya.

Bukannya langsung bangkit, Zefanya justru masih asyik memeluk pinggang Bi Rumi dan menyembunyikan wajahnya di perut buncit Bi Rumi. “Pagi ini Non Zee mau sarapan apa biar saya siapkan?”

“I'm still sleepy,” keluh Zefanya.

“Biar gak ngantuk Bi Rum buatin pancake strawberry kesukaan Non gimana?” tawar Bi Rumi. Zefanya mengangguk lemah, kemudian dia berjalan ke kamar mandi dengan langkah yang berat dan diseret.

Di sisi lain, Alano tengah menunggu Zefanya di ruang tamu. Laki-laki itu berdecak saat sudah lebih dari setengah jam ia menunggu tapi Zefanya masih saja belum siap. Gadis berambut sebahu itu baru saja keluar kamar, saat ini dia masih menikmati sarapannya dengan tenang.

“Mas Alan sudah sarapan? Kalau belum, lebih baik Mas Alan sarapan bersama Non Zee saja,” tawar Bi Rumi menghampiri Alano yang tampak bosan menunggu Zefanya.

Alano langsung mengubah raut mukanya, kedua sudut bibir ranumnya terangkat sempurna. “Saya sudah sarapan,” balasnya ramah.

“Kalau begitu tunggu sebentar, ya. Non Zee masih sarapan.” Alano mengangguk singkat.

Suara bel rumah yang baru saja berbunyi membuat Bi Rumi bergegas membukakan pintu. Di ambang pintu seorang laki-laki dengan tinggi seratus delapan puluh senti meter itu berdiri membawa sebuket bunga dan coklat.

MarakarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang