Pagi ini Mahesa memberi kabar kalau semisalnya dia akan datang menemui Lei dan mereka memutuskan untuk bertemu di cafe depan Sekolah saat jam istirahat terakhir.Mahesa mengabari kalau ia sudah hampir dekat dengan tempat tujuan, sementara Lei sedang menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi warna merah. Di seberang sana, Cafe yang akan ia datengi. Lei sangat bersemangat karna sudah lama ia tidak bertemu dengan Mahesa yang sudah ia anggap seperti abang sendiri.
Saat lampu berubah menjadi merah Lei sedikit berlari untuk mempercepat langkahnya tanpa memperhatikan sisi kanannya ada mobil besar dengan kecepatan tinggi melaju kearahnya.
Brak!
Mobil itu membuat ia terpental jauh dari posisi awal. Lei merasakan tubuhnya terbang tinggi ke atas dan semua berubah menjadi gelap seketika. Semua terjadi dalam hitungan detik. Tubuhnya sudah berlumuran darah, segaram yang ia kenakan juga berubah menjadi merah, ponsel di tangannya bergetar menampilkan panggilan dari Mahesa.
Semua murid berlarian berbondong-bondong penasaran dengan apa yang terjadi di depan Sekolah mereka karna suara benturan mobil yang kencang menabrak Lei sekaligus pembatas jalan.
Satu murid berlari menghampiri Galaksi dan Dipta yang sedang bermain basket di halaman belakang. Kedua Kakak beradik itu hanya terlihat heran kenapa perempuan itu berteriak nama mereka.
"Kenapa?" Tanya Galaksi menghampiri Tiffany.
"Adek lo! Lei, di—"
"Dia kenapa?!" Dipta berlari menghampiri Tiffany di pinggir lapangan.
Tiffany meraih kedua tangan Galaksi dan Dipta lalu menariknya untuk berlari, dia tidak sanggup menyampaikannya jadi lebih baik mereka lihat sendiri.
"Lo kenapa, Fa?" Galaksi menarik tangannya dari genggaman tangan Tiffany.
"Udah lo ikut aja cepetan Galaksi!"
"Lo bilang dulu, kita mau kemana dan kenapa,"
Air mata yang ia tahan kini sudah jatuh. "Adek lo ketebarak, Galaksi!" Ujar Tiffany.
"Lo bercanda, 'kan?! Gak lucu, Tiffany!" Galaksi menggoyangkan tubuh Tiffany tak percaya.
Tiffany hanya menganggukan kepala tanpa mengeluarkan suara sedikitpun. Ia juga merasakan sakit karna beberapa hari ini Lei dekat dengannya. Karna mereka ada projek untuk tampil dua minggu lagi di Pensi sekolah.
Galaksi bersama Dipta berlari secepat mungkin untuk sampai di depan sekolah. Sayup-sayup mereka mendengar sirine ambulan. Sampai di depan sekolah Galaksi dan Dipta dapat melihat Lei yang sedang di angkat ke mobil sudah tidak sadarkan diri, dari tempat mereka berdiri bisa dilihat darah sang adik di tanah sangat banyak.
Sangking lemasnya Dipta sampai terjatuh, kakinya benar-benar lemas seperti tidak bertulang lagi. Ia tidak percaya kalau yang di depannya itu beneran Lei.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit Galaksi mengacak rambutnya gusar. Ia merasa menyesal karna mengizinkan Lei untuk pergi sendirian ke cafe itu, seharusnya ia ikut bersama Lei agar setidaknya ia bisa mencegah semua ini terjadi.
Di samping itu Dipta masih terus menangis. Ini membuat Galaksi heran kenapa Dipta sangat cengeng seperti ini.
"Udah diem, Dipta! Lei gak akan kenapa-kenapa," bentak Galaksi, ia tidak tahan mendengar sedotan kuat ingus Dipta.
"Gimana kalo dia koma? Bang, lo liat kan darah dia sebanyak apa?!" Lirih Dipta menatap Galaksi dengan mata yang sudah merah karna menangis terus-menerus.
Galaksi meraih kepala Dipta dan mengusapnya lembut. "Lei gak akan kenapa-kenapa. Udah berhenti nangisnya, muka lo kaya babi merah semua."
"Babi, babi, muka lo juga kaya babi! Gak sadar diri." Ujar Dipta menepis tangan Galaksi dari kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEESHIA
Teen FictionCerita hidup Leeshia yang harus tinggal bersama kelima abang tiri yang baru saja ia kenal, Bunda yang pergi bersama suaminya untuk perjalanan bisnis membuat Lei harus menghadapi kenyataan bahwa hidup bersama abang tiri tidak sebaik atau seburuk itu...