Lei terpojoki di lorong paling ujung, yap Lei lift yang Lei gunakan untuk turun tadi tidak berhenti di lantai satu seperti yang di perintahkan Mahesa, sepertinya Lei salah tekan nomer saat masuk tadi."Mundur! Pergi!!" Pekik Lei memukul-mukul seolah-oleh memaksa orang di depan nya untuk menjauh dari dirinya.
"Kamu gak layak hidup, kamu itu penjahat." Bisik pria itu.
Semua orang yang tinggal di lantai 3 keluar dari kamar melihat apa yang terjadi di lorong. Saat melihat ada gadis yang meringkuk di ujung lorong dengan cepat semua nya menghampiri Lei untuk menanyakan keadaan dan apa yang baru saja terjadi.
Salah satu orang di antara mereka memberanikan diri berjongkok untuk menyadarkan Lei. "Dek... Dek!"
"Ada yang kenal? Dia tinggal di lantai berapa, ya?" Cetus lainnya.
Semua menggelengkan kepala secara bersamaan. Sedang kan Lei sudah tidak sadarkan diri.
"Ini ponsel mba nya bukan, ya?"
"Kayanya iya, Mba kita izin buka ponsel untuk hubungin keluarga mba," untungnya Lei tipe yang tidak suka mengunci ponselnya jadi mudah di saat-saat seperti ini tidak sulit.
Orang yang memegang ponsel Lei sedang mencari kontak yang terakhir menghubungi Lei, tapi belum sempat memencet nomer yang terakhir gadis itu hubungi Ponsel nya sudah masuk panggilan lain.
"Lei! Lo dimana? Kenapa lo matiin telfo—" Panggil dari Mahesa, yang menelfon Lei adalah Mahesa karna panggilan mereka sempat terputus saat Lei masuk ke dalam lift.
"Hallo..." jawab orang yang megang ponsel Lei.
"Hallo, ini siapa kok ponsel teman saya ada sama anda?" Tanya Mahesa suara nya terdengar sedikit panik.
"Saya penghuni di lantai 3, teman kamu pingsan di sini kalo boleh tau dia tinggal di lantai berapa biar kami antarkan." Tawar nya.
"Pingsan? Sebentar saya ke lantai tiga sekarang." Ujar Mahesa berlari menuju lift apartemen Lei.
Saat pintu lift terbuka dengan cepat Mahesa berlari menghampiri segerombol orang di ujung lorong, dia takut terjadi apa-apa dengan Lei. Mahesa gak mau kejadian yang terjadi pada adiknya terulang lagi di Lei.
"Lei!" Pekik Mahesa menggoyang-goyangkan tubuh Lei. "Ada apa sama temen saya?" Sambung Mahesa.
"Kita gatau kejadian apa tapi kita dengar dia teriak ketakutan dari arah lift sampai sini, ketakutan seperti di kejar sesuatu. Saat kita keluar dia udah duduk meringkuk ketakutan gak lama pingsan." Salah satu orang menjelasakan peristiwa yang mereka ketahui.
Mahesa berfikir sejenak beberapa waktu lalu Lei pernah ngeluh padanya kalau ada seseorang yang mengikuti perjalanan pulangnya dan sekarang ada teror darah di unitnya lalu dia seperti ketakutan dikejar dari lift.
"Mau di bantu ke unitnya atau gimana, Mas?" Cetus perempuan di sisi kiri Mahesa.
"Makasih tapi biar saya aja yang bawa ke unit nya, makasih ya Mas dan Mba semua udah bantu jaga temen saya." Ucap Mahesa sambil menyangkutkan tas sempang milik Lei di pundaknya lalu menggendong Lei.
"Iya Mas, kalau perlu apa-apa jangan segan-segan bilang ya." Sahut perempuan lain.
Sampai di lantai unit Lei dari kejauhan Mahesa mencari darah yang Lei bilang tadi di telfon sampai di depan pintu Mahesa sama sekali tidak lihat ada sebercak darah sedikit pun. Setelah menaruh Lei di kasur Mahesa kembali memeriksa sekitar mencari darah yang Lei bilang sampai di sela-sela di bagian bawah Mahesa tak juga nemuin darah itu. Apa mungkin Lei halusinasi?.
Mahesa sempat ke supermarket terdekat membeli bahan makanan untuk Lei ia berniat masak untuk Lei makan nanti karna Mahesa sempat lihat kantung belanja di depan berisi makanan kucing dan bakso jadi Mahesa berfikir bakso yang ada di depan itu milik Lei yang belum sempat di makan.
Setelah makanan matang Mahesa ingin membangunkan Lei tapi Mahesa salah fokus pada bingkai foto rak bawah meja televisi ia merasa gak asing sama pria tua di samping Lei, Mahesa mencoba ingat kembali siapa pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
LEESHIA
Teen FictionCerita hidup Leeshia yang harus tinggal bersama kelima abang tiri yang baru saja ia kenal, Bunda yang pergi bersama suaminya untuk perjalanan bisnis membuat Lei harus menghadapi kenyataan bahwa hidup bersama abang tiri tidak sebaik atau seburuk itu...