16. Gertakan, Air Mata, dan Darah.
Julian yang tengah duduk di ruang kerjanya, membaca laporan keuangan yang baru saja disiapkan oleh sekretarisnya, Bastian, sontak tersentak ketika mendengar suara pintu terbanting akibat dibuka dengan cara yang kasar.
Itu ulah Edith, yang kini berjalan masuk dengan langkah cepat, napas memburu, dan melayangkan tatapan tajam.
"Jika kau ingin masuk, bukalah pintunya pelan—"
"Tutup mulutmu! Jangan menasihatiku!"
Sebelum Julian selesai dengan kalimatnya, Edith lebih dulu memotong dengan nada yang tajam. Karena tidak menginginkan pertengkaran, Julian pun akhirnya mengalah. Alhasil, ruangan tersebut mendadak senyap dan diselimuti atmosfer dingin.
Edith berhenti tepat di depan meja kerja Julian, lalu meletakkan selembar kertas.
Bagai kutub magnet yang berlawanan, arah pandangan Julian seolah ditarik untuk melihat kertas itu.
"Apa ini?" ujar pria itu, dahinya berkerut.
"Tidak bisakah kau membacanya sendiri? Apa kau buta?" balas Edith ketus.
"Aku tahu, tapi ..."
Julian menjeda kalimatnya sendiri tanpa bisa menampik pandangan dari selembar kertas di atas meja—yang sama sekali tidak ingin ia sentuh. Ia menatapnya dengan sorot mata tak percaya.
Hari ini Edith tidak melakukan hal yang berbeda dari biasanya. Wanita itu pergi sejak pagi kemudian baru kembali setelah jam makan malam berakhir.
Itu adalah rutinitasnya.
Karena itu, tidak pernah terbesit sepintas pun pemikiran bahwa setelah seharian penuh tidak berada di manor, Edith akan kembali dengan membawa ...
"Surat permohonan perceraian? Apa maksudnya semua ini?"
"Sudah jelas kan? Ayo bercerai."
Bastian yang secara kebetulan juga berada di dalam ruangan yang sama—belum sempat pergi setelah memberikan berkas laporannya pada Julian—sontak terlonjak. Ia begitu terkejut dengan apa yang baru saja dirinya dengar.
Pertikaian majikannya bukanlah ranah yang bisa sembarangan ia ikut campuri. Karena itu, Bastian memutuskan untuk pergi dengan langkah hati-hati, keluar dari ruangan tanpa Edith dan Julian sadari.
Julian mengangkat kepalanya, mengalihkan atensi dari surat cerai ke wajah istrinya. Pupil matanya bergetar halus, menandakan jika dirinya benar-benar kebingungan.
"Kenapa kau tiba-tiba seperti ini? Memang apa salahku? Aku tidak pernah melanggar perjanjian pra-nikah kita. Kenapa kita ... Kenapa harus bercerai?"
"Karena aku sudah sangat muak dengan kehadiranmu! Aku muak dengan sikapmu yang terus berpura-pura, seakan aku tak akan pernah tahu isi hatimu yang busuk itu! Aku sudah sangat muak untuk terus terikat denganmu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Won't Get Divorce!
Historical FictionKetika keinginannya untuk bisa mengulang waktu terwujud, Edith segera berusaha memperbaiki hubungannya dengan suaminya, Julian. Ia berjanji tidak akan lagi berteriak, memaki, ataupun melemparkan surat perceraian pada sang suami, juga akan memaklumi...