Walau Louis yang menuntun jalan, Edith tetap berusaha mengambil kendali. Ia tidak ingin pria itu membawanya pergi terlalu jauh, apalagi sampai ke tempat yang tidak ada orang lain sama sekali.
Edith tidak ingin hanya berdua saja bersama Louis karena jika mengingat kembali alur kehidupan pertamanya dahulu, ketika mereka bersama-sama di dalam sebuah ruang tertutup pada malam perayaan hari pendirian negara ...
Itu masalah besar!
Jika hal itu sampai terjadi lagi, wah ... kacau sudah kehidupan kedua Edith!
Karena itu, demi menghindari kehidupan kacau jilid dua, Edith memaksa menghentikan langkahnya di salah satu tepian aula pesta.
Kehadiran Edith bersama Louis membuat orang-orang di sekitar mereka secara alami bergerak menyebar, menghindari keduanya—walau sebenarnya penasaran, ingin tahu apa yang akan mereka bicarakan, tapi demi menjaga kesopanan, mereka tetap memberi ruang dan berpura-pura tidak melihat.
"Apa yang ingin anda bicarakan, Yang Mulia?" tanya wanita itu setengah minat.
"Kenapa kau masih bersikap kaku padaku? Bicara santai saja, seperti biasanya. Toh, tidak akan ada yang memedulikan perbedaan status sosial kita," balas Louis, senyum manis mengembang di bibirnya kemudian.
Edith menghela napas berat seraya mendelik mata, merasa jengah. Ketika netranya mengalihkan fokus dari lawan bicaranya, kepalanya ikut bergerak. Dan selama beberapa detik, pusat atensi Edith terjatuh pada sosok Julian yang masih berdiri di tempat semula.
Pria itu juga berbalik memandanginya. Ketika sadar tatapan mereka bersinggungan, Julian menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk sebuah kurva tipis.
Edith mendesis dalam hati. 'Kenapa dia malah membiarkanku berurusan dengan orang ini lagi sih? Bikin kesal saja!'
Dalam satu detik, atensi Edith kembali beralih. Louis yang memaksanya, dengan menangkup wajah Edith menggunakan kedua tangannya dan mengarahkan pandangan wanita itu agar hanya menatap lurus ke arahnya.
"Jika ragamu sedang bersamaku, jangan pikirkan hal lain. Kau kan tahu aku mudah cemburu, jadi jangan mempermainkan perasaanku. Aku tidak menyukainya—merasa cemburu pada pria itu."
Untuk sesaat, Edith sempat mengerjapkan matanya karena terkejut bercampur bingung. Namun, setelah ia mendengar kata-kata itu, wajahnya langsung berubah menjadi masam.
Dengan menahan perasaan jijik, ia mengingkirkan tangan Louis dari pipinya sebelum akhirnya buka suara, mengulangi pertanyaan pertamanya.
"Apa yang ingin anda bicarakan, Yang Mulia?" tekannya.
Bibir Louis mencebik tipis, merengut manja. "Aku merindukanmu ..."
Edith mengangkat sebelah alisnya. "Lalu?"
Louis sontak mendengus kala menerima sikap Edith yang cenderung dingin dan ketus kepadanya. Hal itu membuat wajahnya menjadi masam.
"Sudah lama kita tidak bertemu, tapi kenapa kau acuh tak acuh begini? Apa kau tidak merasakan perasaan yang sama sepertiku? Apa kau tidak menginginkan hal yang sama juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Won't Get Divorce!
Historical FictionKetika keinginannya untuk bisa mengulang waktu terwujud, Edith segera berusaha memperbaiki hubungannya dengan suaminya, Julian. Ia berjanji tidak akan lagi berteriak, memaki, ataupun melemparkan surat perceraian pada sang suami, juga akan memaklumi...