Karena sudah terlalu lama, Julian bahkan tidak ingat kapan waktu persis terakhir kali dirinya dan Edith duduk di meja makan bersama-sama seperti ini.
Itu sudah beberapa tahun yang lalu, sudah lama sekali.
Momen ini entah mengapa membuat perut Julian terasa bak tergelitik. Ia merasa senang, namun juga cemas di saat yang bersamaan.
Senang karena angan-angan konyolnya tiba-tiba menjadi kenyataan. Dan, cemas karena takut kebersamaan ini sebenarnya tidak nyata dan hanya sementara.
Julian takut jika hal-hal manis semacam ini sengaja Edith ciptakan sebagai permulaan sebelum ia melempar kenyataan yang pahit. Julian tahu jika selama ini Edith selalu membencinya. Karena itu, ia pikir masuk akal jika Edith merencanakan hal-hal kejam semacam itu.
"Apa kau benar-benar tidak ingin sarapan?"
Suara Edith menginterupsi, membuat lamunan Julian mendadak kabur.
Julian menggeleng. "Kau makan saja dengan nyaman. Tidak perlu menghiraukanku."
"Tapi aku justru tidak nyaman jika kau hanya menontonku makan," balas Edith, beralasan. "Kau juga ya? Sedikit saja, setidaknya satu buah panekuk. Atau, satu mangkuk sup. Ya?" imbuhnya lagi, membujuk.
Edith tidak tahu apa alasan yang mendasari Julian tidak pernah sarapan. Tapi, ia tidak bisa mengabaikan itu begitu saja setelah mengetahuinya. Sejauh yang ia tahu, sarapan itu penting. Oleh karena itu, Julian harus makan pagi juga. Apalagi aktivitas Julian selalu padat setiap harinya.
Bukan apa-apa, Edith hanya khawatir.
Julian menghela napas lemah sebelum akhirnya mengangguk kecil.
"Baiklah," ujarnya tanpa perlawanan.
Persetujuan Julian membuat Edith sontak bersemangat. Ia segera memanggil pelayan. Namun, sebelum ia menyuruhnya menyiapkan menu makan pagi untuk Julian, ia bertanya pada orang yang bersangkutan terlebih dahulu.
"Kau ingin makan apa? Panekuk? Roti lapis? Atau, sup?"
"Apa saja."
"Baiklah, kalau begitu ..." Wanita itu memutar arah pandangannya, mengganti lawan bicara. "Tolong bawakan makanan yang sama denganku saja; semangkuk sup daging dan beberapa potong roti panggang mentega, harus yang garing ya," ujarnya pada sang pelayan.
"Baik, Nyonya."
Setelahnya, perempuan berseragam itu pun membungkuk kemudian pergi menuju dapur untuk mengabulkan permintaan sang nyonya majikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Won't Get Divorce!
Ficción históricaKetika keinginannya untuk bisa mengulang waktu terwujud, Edith segera berusaha memperbaiki hubungannya dengan suaminya, Julian. Ia berjanji tidak akan lagi berteriak, memaki, ataupun melemparkan surat perceraian pada sang suami, juga akan memaklumi...