Julian baru selesai mandi ketika mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya. Sembari menggosok handuk ke kepala guna mengeringkan rambutnya yang masih setengah basah, pria itu melangkah mendekati pintu kemudian membukanya.
Kemunculan Edith adalah sesuatu yang tidak ia duga. Kenapa wanita itu datang ke kamarnya sambil memeluk bantal? Keanehan itu membuat Julian menatap istrinya lamat-lamat dengan segelintir perasaan bingung.
"Ada apa?" tanyanya.
"Malam ini, ayo tidur bersama!"
"... Ya?"
Julian seketika dibuat mati kutu oleh kalimat pertama yang Edith ucapkan kepadanya setibanya wanita itu di hadapannya.
Julian tahu, Edith telah berubah. Entah ke mana perginya kepribadian buruk juga kebencian yang tertanam di dalam hatinya untuk Julian selama ini.
Dalam satu waktu, istrinya telah bertransformasi menjadi sosok yang jauh lebih baik dan bersahabat dibandingkan dulu, ketika masa-masa kelam pernikahan mereka.
Namun, apakah normal bagi seseorang yang semula membenci setengah mati, tiba-tiba berubah dan membuka hati, lalu mengajak tidur bersama?
Apa benar memang seperti ini tahap yang seharusnya? Bukankah terlalu terburu-buru?
'Bagaimanapun, tidur bersama itu ... kan butuh banyak persiapan ...'
"Kenapa diam saja? Apa yang kau pikirkan?"
Suara Edith membuyarkan lamunan Julian dan menyeretnya untuk kembali ke kenyataan.
"O-oh, tidak. Itu ... soal tidur bersama, apa kita benar-benar harus melakukannya ... sekarang?" ujar Julian, ragu.
"Memangnya kenapa?" sahut Edith dengan kening berkerut samar.
"... Aku belum siap," cicit Julian, telinganya tiba-tiba merah padam.
"Hah? Pffftt ..!"
Gelak tawa Edith seketika pecah tanpa bisa ia tahan. Suara tawanya yang garing menyeruak ke segala penjuru.
"Apa yang kau pikirkan? Astaga, dasar mesum!" Edith mengejek di sela-sela tawanya. "Yang kumaksud itu benar-benar tidur bersama dalam artian sesungguhnya loh, bukannya 'tidur bersama' yang seperti itu," imbuhnya lagi seraya memperagakan tanda petik.
"... Oh, begitukah?"
Julian membalas sembari mengalihkan pandangannya ke sembarang juga mengusap tengkuknya dengan canggung. Ia juga diam-diam mendesis dan mencibir dirinya sendiri di dalam hati, merasa malu karena bisa-bisanya ia salah memaknai kata-kata Edith.
"Aku berjanji tidak akan menerkammu. Jadi, bolehkah aku masuk?" Edith kembali buka suara dengan sedikit membubuhkan candaan di kalimatnya.
Mendengar Edith kembali terkekeh renyah membuat Julian menggigit bibir. Ia benar-benar malu, sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Won't Get Divorce!
Historical FictionKetika keinginannya untuk bisa mengulang waktu terwujud, Edith segera berusaha memperbaiki hubungannya dengan suaminya, Julian. Ia berjanji tidak akan lagi berteriak, memaki, ataupun melemparkan surat perceraian pada sang suami, juga akan memaklumi...