Ketika keinginannya untuk bisa mengulang waktu terwujud, Edith segera berusaha memperbaiki hubungannya dengan suaminya, Julian.
Ia berjanji tidak akan lagi berteriak, memaki, ataupun melemparkan surat perceraian pada sang suami, juga akan memaklumi...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Edith menghela napas karena untuk kedua kalinya di hari ini kegiatan membacanya diinterupsi oleh suara ketukan pintu.
Yang pertama karena Maria, yang datang dengan inisiatif sendiri untuk membawakan camilan dan teh susu dengan harapan agar nyonya majikannya bisa menghabiskan waktu menjalani hobi barunya dengan lebih menyenangkan.
Lalu, kalau yang kali ini apa?
Karena malas turun dari kursi apalagi harus menggerakkan kaki juga membukakan pintu, Edith hanya menyahut dari tempatnya dengan separuh minat.
"Siapa?"
"Ini aku."
Jawaban yang terdengar membuat Edith menghentikan aktivitasnya sejenak. Dengan kening berkerut halus, ia pun menoleh ke arah pintu yang masih tertutup.
"... Julian?" ujarnya memastikan.
"Iya."
Sejak mereka pulang dari kuil tempo hari lalu, Julian tidak pernah menghampirinya atau menanyakan apa pun tentang kondisinya meski tahu jika Edith dengan sengaja mengurung diri di dalam kamar.
Di mata Edith, Julian seolah tidak peduli. Pria itu bahkan tidak pernah menanyakan alasannya—mengapa sikap Edith tiba-tiba berubah setelah bertemu Louis.
Di mata Edith, Julian seakan sama sekali tidak khawatir. Buktinya pria itu tetap bisa bersikap biasa saja padahal tahu jika sudah beberapa hari terakhir ini Edith tidak menginjakkan kaki di luar kamar sama sekali.
Sejujurnya Edith merasa kecewa. Namun, mengingat kembali bagaimana dirinya bersikap pada suaminya dahulu, anggap saja ini sebagai balasan yang Julian berikan untuk perbuatannya di masa lalu—berbalik tidak mengacuhkannya.
Tetapi, kenapa tiba-tiba pria itu datang? Dan, kenapa baru sekarang?
Dengan memikul rasa penasaran, Edith pun melawan rasa malasnya dan turun dari kursi juga meninggalkan bukunya. Kakinya terus melangkah lalu tangannya menarik gagang pintu.
Hal pertama yang dirinya lihat setelah pintu kamar tidurnya terbuka adalah sosok Julian dengan tubuh jangkungnya.
"Kenapa?" tanya Edith langsung ke inti.
Julian tidak menjawab dengan kata-kata. Pria itu hanya menyodorkan seikat mawar merah di genggamannya pada Edith sebagai jawaban.
Melihat hal itu, Edith sontak terkesiap. Dan tepat sedetik setelahnya, kedua sudut bibir wanita itu seakan ditarik tanpa bisa ia tahan.
"Ah, kau ini~"
Edith mengambil bunga yang diberikan untuknya dengan sikap malu-malu dan menggigit bibir bawahnya sendiri dengan rasa gemas.
Ia pun kemudian menghirup aroma bunga di genggamannya dengan senyum merekah.