"Karena aku, pernah mengalami hal yang Freya alami saat ini, Zeeno."
.
.
.
.
.
✧"Kakak?" lirih Freya, dadanya yang terasa sesak itu mengakibatkan suaranya tercekat. Ara menatapnya dengan iba kemudian mencoba tersenyum.
"Dasar anak nakal," ledek Ara, tangannya terangkat dan mengacak gemas rambut Freya dari sini. Sejenak, ia berjalan ke samping dan menduduki satu ayunan tepat di sebelah sang adik.
Dengan napas terhela ringan, ia kembali memperhatikan Freya. "Kenapa kamu nggak mau pulang? Takut sama Fiony?"
Pandangan Freya naik, cupnya sempat diremas sedikit untuk memproses rasa terkejutnya. Dengan mata yang melebar, Freya menelan ludahnya sebentar kemudian mulai mengeluarkan suara. "Kakak ... tau?"
Lama mereka bertukar pandangan, kontak mata saling terjaga satu sama lain. Tak lama setelahnya, Ara mulai menarik kedua sudut bibirnya dan tersenyum lebar sambil terkekeh geli. "Aku selalu tau apa pun tentang adikku sendiri. Termasuk ...,"
Bergeraknya posisi Ara mendekat membuat Freya kian penasaran dengan kelanjutan ucapan sang kakak. Hingga, "termasuk hubungan kamu sama Fisha," bisiknya tuntas. Di akhir kalimat, Ara masih memperlihatkan senyumannya.
Di situlah, Freya dibuat bungkam sejadi-jadinya. Matanya memanas dan mulai berair, dadanya kembali terasa sesak untuk sekian kalinya, sebelah tangannya yang menganggur mulai meremas celana yang ia kenakan. Dalam beberapa detik setelahnya, tangisan Freya pecah begitu saja.
Hal itu tak membuat Ara bergeming, hanya memandang sang adik yang menumpahkan tangisnya.
Isakan Freya semakin pilu, pada akhirnya setelah memasang senyuman yang cukup lama, senyuman Ara perlahan berubah menjadi hambar, ia ikut menelan ludahnya susah payah dan mulai ikut merasa matanya menghangat.
"Aneh ga sih kalau Freya ngga pernah suka sama seseorang?" Chika membuat Ara terdiam beberapa saat sembari mencerna ucapannya.
"Emang dia bisa suka sesuatu selain dari tumpukan buku dan materi sekolah?" kelakar Ara sambil menguyah keripik di mangkuk yang berada di pangkuannya.
Mendengar itu, Chika mendengus kemudian menyenggol lengan Ara. "Aku serius, Ra."
Ara berdiri dan kembali berjalan ke depan Freya, dengan lembut menarik kepala sang adik untuk dia dekap hangat. "Kakak masih di sini, jangan takut," bisikan Ara tampaknya semakin membuat Freya kacau, ia kembali menangis.
Tangannya meremas pakaian Ara, bibir Freya yang bergetar hebat, menandakan bahwa ia telah menahan tangisannya begitu lama, itu pasti menyakitkan.
"Freya, baju kamu di sin–"
Ting!
"Eh?" Ara merunduk kala mendengar suara notifikasi tersebut. Yang ternyata berasal dari handphone Freya.
Melihat situasi Freya yang masih berada di dalam kamar mandi, Ara sebenarnya tidak berniat mengintip, namun entah mengapa matanya terus saja melekat pada benda pipih itu.
Fishaaayang^^
pacar aku mandinya lama bangetFishaaayang^^
fureya fureya cptan dongg
aku kangen, mau call 😾Di momen ini, Ara dibuat menghela napas dan menggeleng pelan. Matanya terangkat dan langsung tertuju pada pintu kamar mandi.
"Ternyata yang kena sekarang adik aku sendiri, ya?" kekeh Ara.
"Kak, aku minta maaf karena udah ngelakuin ini, aku sama sekali ga–"
"Shhh, kamu berisik. Sekarang ayo kita pulang, ya? Badan kamu dingin," sela Ara paksa, ia mencubit pipi Freya dengan gemas, sementara sang empu menaikkan pandangan dengan kondisi wajahnya yang sudah sangat sembab. Mata kemerahan, disertai hidungnya yang basah dengan rona merah di kedua pipinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strategi dan Ambisi (FreFlo)
Teen Fiction[ Completed ] Cinta, Prestasi, dan Hobi. Tiga hal yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia di fase remaja. Dari tiga di antaranya, hanya satu yang menurut mereka sangat layak untuk diperjuangkan, namanya adalah prestasi. Sekolah tentunya menjadi...