"Jangan diemin aku gitu, aku gak suka."
.
.
.
.
.
✧Memulai pagi di hari ini rasa-rasanya Freya tak pernah sebahagia ini. Ia mulai menunjukkan perangai aneh sejak malam tadi. Orang pertama yang menyadari hal itu adalah Ara, tentunya, siapa lagi yang selalu memperhatikan gelagat kedua adiknya selain si sulung?
Gadis itu bangun pagi-pagi sekali dan tak masalah untuk mengguyur tubuhnya dengan air dingin, alias mandi pagi. Biasanya Freya akan menunggu sedikit lebih lama untuk beradaptasi dengan air dengan suhu pagi hari tersebut.
Tak sampai di situ loh! Setelah Freya selesai mandi, gadis itu berjalan ke arah dapur dan membuat bekal. Hey! Suatu kebiasaan yang sama sekali tidak pernah dilakukan seorang Freya.
Gadis itu bahkan tersenyum. Hampir tak pernah ia melunturkan senyumannya dari semalam. Tolong garis bawahi! Dari semalam.
Ditambah, Freya juga bersenandung ria, eh–kalau bersenandung ria Freya mah sudah biasa. Oke, abaikan yang itu.
Melihat kondisi Freya yang sudah di luar kebiasaan awalnya ini, Ara jelas khawatir. Ia was-was kalau adiknya ini kesurupan setan saat gadis itu pulang sekolah larut. Mental adiknya juga turut dipertanyakan.
"Freya,"
Gadis itu menoleh pada Ara dan tersenyum sumringah. "Iya, Kakakku sayang? Kenapa?"
Bulu kuduk Ara berdiri. Memang benar, ada yang tak beres dengan Freya.
"Pa! Ma! Tolongin," pekik Ara. Melihat Ara yang memekik seperti itu, lantas Freya memiringkan kepalanya keheranan, ia juga tak mengerti apa yang sedang dilakukan kakaknya.
Kedua orang tua Freya itu langsung berlari ke arah dapur dan memergoki kedua anak mereka dengan raut panik dan penasaran. Khususnya sang Bunda yang langsung melontarkan segala macam pertanyaan yang ditujukan untuk Ara.
"Kenapa Ra? Ada apa? Kalian kenapa?"
"Kok panik gitu kamu, Ra?" kali ini suara sang ayah yang menimpali.
Ara merespon cepat dengan menunjuk ke arah Freya dengan ekspresi ketakutan sambil berkata, "Freya kesurupan, Pa. Tolong bacain ayat Kursi." rengek Ara.
Sontak saja Freya mengerutkan dahinya dan menatap Ara keheranan. "Hah? Apaansih, Kak?!" bantahnya.
"Loh? Freya?" cengo Ara. Freya bergerak menjitak kepala kakaknya karena telah melakukan sebuah kebodohan yang mengkhawatirkan kedua orang tuanya.
Ayah dan bunda mereka sontak menghela napas. "Ya ampun, Ara ..."
"Kamu apasih, Ra? Pagi-pagi toh yo bikin Ayah kaget," lirih sang Ayah. Sementara Ara kini mengusap kepalanya yang terasa pedas akibat jitakan Freya.
"Maaf, maaf, aku pikir Freya beneran kesurupan," cicit Ara, lebay. "Kesurupan darimana coba?" kali ini Freya yang memekik, Ara menutup sebelah telinganya yang tepat berada di samping Freya. "Abisnya kamu sih! Pagi ini gajelas banget."
"Gajelas gimana maksud kamu, Ra?" tanya sang bunda.
"Begini, Bun! Freya bangun pagi itu satu, kedua dia mandi pagi, ketiga dia bikin bekal sendiri, keempat dia senyum-senyum kaya psikopat! Itu 'kan hal-hal yang sama sekali nggak pernah Freya ini lakuin, makanya aku kira Freya kesurupan."
"Aneh aja gitu, ada angin apa dia bisa kaya gini?" sambung Ara setelah memberi sedikit jeda pada ucapannya untuk mengambil napas. Biasa, menyelesaikan kalimat tersebut dalam satu tarikan napas, itu kebiasaan Ara.
"Ngaco! Aku nggak kenapa-napa." bantah Freya. Ara mendelik. "Terus? Ngapain senyum-senyum begitu? Serem, tau." Ara bergidik ngeri lagi.
"Nggak kenapa-napa. Cuma, seneng aja," jawab Freya yang kembali menampilkan cengirannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strategi dan Ambisi (FreFlo)
Teen Fiction[ Completed ] Cinta, Prestasi, dan Hobi. Tiga hal yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia di fase remaja. Dari tiga di antaranya, hanya satu yang menurut mereka sangat layak untuk diperjuangkan, namanya adalah prestasi. Sekolah tentunya menjadi...