"Sama-sama. Aku bakal selalu dengerin cerita kamu."
.
.
.
.
.
✧Samar-samar terdengar suara orang yang bersahutan di sekitarnya, Azizi masih belum membuka matanya yang terasa berat. Matanya hanya beberapa kali bergerak dengan jari yang juga bergerak.
"Azizi? Azizi bangun, Zi." titah seseorang di yang kemungkinan besar ada di sebelah Azizi. Pelan-pelan Azizi berusaha membuka matanya.
Pandangannya buram juga silau akibat paparan cahaya dari lampu ruangan tersebut.
"Angh,"
"Zizi, u okay?" Suara itu, Ashel.
Azizi menolehkan kepalanya ke kanan dan mendapati Ashel duduk di dekatnya dengan memperhatikan dirinya. Sebelah tangan Azizi sedari awal diusap oleh Ashel demi memberikan gadis itu kehangatan.
Masih belum mau merespon, Azizi lebih fokus mengumpulkan kesadarannya terlebih dahulu sebelum berbicara dengan Ashel.
Dari arah pintu, masuk lagi seorang gadis bertubuh tinggi dengan menenteng makanan di tangannya.
"Kak Ashel, Kak Zee udah bangun?" tanyanya memastikan, langkahnya mendekat guna ikut memperhatikan wajah Azizi.
"Kak Zee!"
Setelah pandangan Azizi mulai normal, ia mencoba mengedarkan netranya, mengidentifikasi siapa saja sosok manusia yang berada di dalam ruangan tersebut.
Ashel, Marsha, Kathrina. Hanya itu.
Guratan di dahi Azizi terbentuk, hingga suaranya yang serak mulai terdengar. "Fisha di mana? Adik aku di mana?"
Dengan helaan napas berat, Ashel menoleh pada Kathrina dengan tatapan sendu serta khawatir.
Kathrina berjalan mendekati bangsal Azizi lalu berdiri di sampingnya. "Kita semua khawatir kalau Fisha sekarang lagi perang dingin sama orang tua kalian."
"Sialan ..., aku bikin Fisha dalam masalah, ya?" rintih Azizi, tangan kanannya terangkat mengusap wajahnya kasar. "Ini bukan salah kamu, tapi Adel."
Azizi tertegun kala mendengar nama tersebut, matanya terlempar ke arah Ashel semula dan mulai menatapnya dengan tajam. "Adel? Di mana dia?"
"Dia ..., dia pergi, Kak. Aku nggak tau dia pergi ke mana, tapi sebelum dia pergi, dia sempat ngebebasin aku dulu," jelas Marsha. Azizi menoleh pada Marsha dan lantas berkedip beberapa kali, mencerna ucapan Marsha yang baru dilontarkan.
"Dibebaskan? Kamu dikurung?" tanya Azizi. Marsha mengangguk. "Maafin aku ya, Kak. Gara-gara aku, kamu sampai babak belur sama Adel gini, aku emang payah."
Azizi tak berkomentar apapun, baginya memang benar. Marsha menyusahkan dirinya. Namun, hal itu justru membuat hati Azizi sedikit meringis pula, melihat Marsha yang mendadak berlinang matanya. Tampaknya gadis itu benar-benar merasa bersalah yang sangat amat.
"Gue rasa ada baiknya lo jauhin Azizi deh, Sha. Kita nggak mau kucing buas dengan wujud sepupu lo itu nyakitin Azizi." ketus Kathrina, menatap sinis ke arah Marsha. Walaupun secara personal ia sering kali bertengkar dengan Azizi, tapi untuk masalah kali ini rasanya ia tidak rela membiarkan orang lain bertengkar dengan Azizi.
Bagi Kathrina, Azizi hanya miliknya jika dalam urusan bertengkar. Selebihnya, ia akan melindungi Azizi.
Di sisi lain, Azizi tampaknya punya pikiran tersendiri di kala kedua manusia itu mulai menunjukkan emosi yang berbeda.
"Shel, kita harus pulang. Fisha pasti lagi stres. Kita harus hibur dia,"
• • •
Di tempat yang lain, tepatnya di kediaman Fisha. Gadis mungil itu sedang berada di kamarnya, berkutat dengan buku-buku pelajaran dan juga laptopnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strategi dan Ambisi (FreFlo)
Teen Fiction[ Completed ] Cinta, Prestasi, dan Hobi. Tiga hal yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia di fase remaja. Dari tiga di antaranya, hanya satu yang menurut mereka sangat layak untuk diperjuangkan, namanya adalah prestasi. Sekolah tentunya menjadi...