"Udah aku duga, aku nggak bakal bisa biarin adik aku pergi jauh-jauh sendirian. Dasar bego,"
.
.
.
.
.
✧Udara ketegangan mulai terasa kental di antara mereka. Freya kembali menarik tangan Fiony dan berupaya menggenggamnya erat.
"Fio ... kamu udah janji," cicit Freya dengan nada pelan yang terdengar sangat menyakitkan. Tatapan Freya memelas, dirinya benar-benar memohon kali ini.
"Aku mohon Fio, maafin aku." Suara Freya mulai semakin bergetar, ia merasa sangat ketakutan sekaligus panik secara bersamaan. Dadanya kembang kempis dengan napas yang tidak beraturan, beberapa kali juga isakannya mengganggu helaan napas Freya.
Fiony tersenyum getir kemudian menggeleng pelan, matanya mulai berlinang, netranya yang menjurus bahkan beradu dengan milik Freya tak bisa berbohong saat ini, bahwa Fiony benar-benar merasa kecewa pada Freya.
"Frey, kamu kalo bercanda ngga usah kaya orang tolol gini. Bodoh." Dihempaskannya pelan tangan Freya yang semula bersarang di tangannya, Freya menelan ludahnya dengan sulit, napasnya tersendat beberapa kali dengan kepala yang menggeleng tak terima.
"Fio ...," panggil Freya, nadanya yang pilu semakin menyayat hati, air matanya sama sekali tak bisa terbendung, jatuh dan mengalir deras tanpa penghalang. Matanya bahkan mulai memerah serta merta hidungnya pula.
Melihat itu, Fiony tak bisa berkomentar apa pun, dirinya merasa kecewa, sedih, dan juga takut secara bersamaan.
Pandangannya mulai kabur seketika. "Kenapa?" lirih Fiony. Ia menyerah saat melihat tatapan Freya yang sama sekali tak menyiratkan kebohongan dari lisannya, tentu itu jelas membuat Fiony terasa hancur.
"Fiony, aku pengen kamu tau karena kamu sahabat aku ... aku ngerasa nggak perlu nyembunyiin apa pun dari kamu, Fiony." Penuturan itu masih belum bisa diterima oleh hati Fiony, ia memalingkan wajahnya pelan seraya menyeka air matanya yang nyaris turun di pelupuk mata.
"Aku cuma mau nunjukkin bahwa pertemanan kita itu lebih dari apa pun, Fio. Buat aku, kamu itu sesuatu yang nggak bisa digantikan dengan siapa pun. Aku nyoba sekuat mungkin mempertahankan pertemanan kita dengan cara ini, tapi waktu aku selalu bohong sama kamu ... rasanya sakit, Fio. Aku cuma pengen kamu tau, bahwa aku ini nganggep kamu sebagai sahabat," kata Freya beruntun. Langkahnya mendekat perlahan, ia menginginkan Fiony berada di dekatnya dan memberinya pelukan.
Fiony menggeleng kasar kemudian melempar tatapan tajam kepada Freya. Dengan tegas ia mengusap air matanya dan mulai berkata, "Ini terlalu berat buat aku pikirkan, Freya. Kamu tau apa perasaan aku sekarang?!"
"Kamu tau kalau aku paling menghindari kaum menjijikan kaya kalian, 'kan?! Terus kenapa kamu lakuin ini sama aku? Kamu sadar nggak sih sama perbuatan bodoh kamu ini?" Bentakan itu membuat sekujur tubuh Freya menegang dan merasakan nyeri di dadanya. Telinga bahkan berdenging beberapa saat kala merespon nada tinggi yang Fiony timbulkan.
Freya tahu bahwa kalimat ini sudah pasti akan keluar dari mulut Fiony. Meskipun ia sudah menduganya, Freya tetap tak siap.
"Selama ini aku selalu iri sama kamu Freya. Kamu itu sosok sempurna yang selalu aku kagumi dari kita masih kecil. Kamu pintar, kamu baik, kamu ramah, kamu pandai dalam segala hal, kamu bahkan cantik." Ucapannya terhenti sejenak, Fiony mengepalkan tangannya kemudian melanjutkan perkataannya.
"Aku pernah mikir, kalau aku jadi kamu, aku bakal gunain hidupku dengan benar. Sama seperti hidup kamu yang awalnya aku pikir berjalan dengan benar semuanya!" bentak Fiony. "Kamu idola pertama aku, Freya! Kenapa kamu harus ada di fase ini, kamu ngecewain aku, kamu ngejatuhin seluruh ekspektasi aku ke kamu, kamu ... kamu jahat!" Fiony memukul dada Freya dan mendorongnya kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strategi dan Ambisi (FreFlo)
Fiksi Remaja[ Completed ] Cinta, Prestasi, dan Hobi. Tiga hal yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia di fase remaja. Dari tiga di antaranya, hanya satu yang menurut mereka sangat layak untuk diperjuangkan, namanya adalah prestasi. Sekolah tentunya menjadi...