Chapter 3: Flora Nafisha

11.6K 890 65
                                    

"Kayanya kita pernah satu sekolah, deh."
.
.
.
.
.



"SAYA JADI IMPOSTOR SIALAANN,"

Freya membuka helmnya dan mulai menangkap sosok sang adik yang tengah duduk dihimpit dua orang temannya sembari bermain game online.

"ANAK BABI!"

Freya mengerutkan dahinya kala mendengar suara pekikan tersebut, dirinya turun dari motor dan mulai beranjak menghampiri sang adik.

"AAANJEEEEENGGGGG!!"

Bahunya merosot kala mendengar suara umpatan-umpatan tersebut memang benar berasal dari mulut sang adik, Yori.

Freya menaikkan dagunya sembari menghentikan langkahnya di hadapan Yori dengan tangan yang mulai bersedekap di dada. Sayang sekali Yori masih belum sadar akan eksistensi sang kakak yang jelas-jelas saat ini ada di depannya dengan wajah yang tidak bersahabat.

Kedua teman Yori yang sempat melirik sekilas, langsung terkejut lalu menepuk bahu Yori, "Yor, kakak kamu," bisiknya pelan.

Yori menegang saat tatapannya bertemu dengan Freya yang berada di hadapannya. Ludah Yori tertelan bulat-bulat begitu saja.

"Pulang."

Freya langsung berbalik badan dan berjalan meninggalkan Yori dengan tatapan terkejut, gadis itu gelagapan kemudian sesegera mungkin meraih ranselnya kemudian memakainya di bahu kanan.

"Aku pulang duluan, nanti ketemu lagi sekitar jam setengah 4 di sini, oke?"

Kedua teman Yori sebelumnya hanya mengangguk pasrah dengan raut panik, pasalnya tatapan Freya pada Yori tampak sangat menusuk dan ganas.

Kini Yori berlari mengejar Freya yang sudah menaiki motornya. Yori kemudian menerima uluran helm dari Freya tanpa berkata sepatah katapun.

"Kak Freya," cicit Yori berusaha memanggil nama sang kakak.

"Kakak, tolong jangan aduin ke Kak Ara, aku takut. Maafin aku, kak." Freya tak bergeming dan hanya menyalakan motornya, mengabaikan lengannya yang sedang diguncang pelan oleh Yori.

Nihil jawaban dari Freya, hal itu membuat Yori semakin panik. Yori pasrah, dirinya menaiki motor Freya dengan wajah lesu, ia bisa memastikan bahwa saat ini dirinya tengah berkeringat dingin.

Freya melajukan motornya ke jalan raya, diam-diam Freya melirik wajah Yori dari spion motor. Gadis kecilnya itu terlihat pucat dan lemas. Pasti dia sedang ketakutan, walaupun memang itu konsekuensinya.

Freya tidak marah, hanya saja ia sedikit kecewa. Mungkin juga ada rasa tak rela sedikit yang tertanam di hatinya saat melihat Yori yang semakin hari semakin beranjak besar.

Gadis kecil yang merupakan adik kesayangannya, yang ia anggap polos dan penurut itu selalu menjaga lisannya dengan baik saat di rumah. Namun, semua itu tak menutup kemungkinan bahwa pergaulan Yori baik-baik saja. Contohnya seperti tadi.

Freya hanya tidak ingin kehilangan sosok Yori yang polos. Itu saja, dia tidak marah. Bahkan tak ada sedikitpun niatan untuk mengadukan kelakuan Yori pada kakak sulung mereka.

Ini pertama kalinya saja, Freya yakin Yori pasti sudah sering melakukan hal nakal di luar pengawasannya. Freya sangat yakin. Hanya saja, bagi Freya pengalaman pertama melihat sang adik melakukannya tepat di hadapannya membuat Freya sedikit shock.

"Kakak, maaf," Freya merasakan hangat di perutnya. Saat itu juga ia menyadari bahwa kedua tangan Yori sudah melingkar di perutnya. Kepala Yori bersandar di punggungnya.

Strategi dan Ambisi (FreFlo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang