"Gaada satupun orang yang boleh menghalangi jalan Jastin."
.
.
.
.
.
✧Napas yang sedari tadi keluar masuk dari hidung Freya terdengar tak tenang. Dirinya merasa sedikit canggung dan tak nyaman karena Fisha sedari tadi duduk di sebelahnya dan memainkan jemarinya.
Memang, pandangan Fisha berfokus pada alur permainan basket di hadapannya, namun tangan Fisha tak kunjung berhenti mengelus-ngelus tangan Freya dengan lembut.
Freya ingin melepaskan tangannya namun dirinya merasa tak enak. Kaki kirinya terus terhentak-hentak menandakan dirinya gelisah.
Sebenarnya yang lebih membuat Freya tak nyaman adalah tatapan Azizi padanya. Benar, Azizi menyadari tingkah Fisha yang diam-diam mengusap dan memainkan tangan Freya. Gadis itu benar-benar terlihat tak menyukainya dan itu berhasil membuat Freya gugup.
Freya berpikir, mengapa Azizi menyuruh dirinya untuk menjauhi Fisha sementara Fisha sendirilah yang mendekatinya terlebih dahulu. Mengapa? Apakah Azizi cemburu? Siapa sebenarnya Azizi?
Hal janggal ini akhirnya memicu pertanyaan yang muncul di benak Freya. Gadis itu lantas mulai melamun dan mengabaikan tangannya yang masih dimainkan oleh Fisha.
Freya bahkan tak sadar bahwa kepala Fisha sekarang sudah bersandar pada bahunya.
"Jari kamu panjang juga, ya? Aku suka." bisik Fisha.
Freya yang mendengar hal itu tentunya langsung menyatukan alis, "Kenapa kamu suka jari aku?"
"Karena, ya ... panjang." Fisha tertawa gemas setelah berucap demikian meninggalkan satu pertanyaan lagi di pikiran Freya. "Kamu aneh,"
"He'em, memang."
"Oh iya, Freya. Abis ini kamu mau ke mana?" Fisha secepat mungkin mengubah topik ketika mengingat sesuatu. Freya terdiam sebentar kemudian menggeleng, "Kayanya aku langsung pulang, kenapa?"
"Mau jalan sama aku? Aku sebenernya bosen sendiri,"
"Bukannya kamu sama mereka?" Freya melirik Ashel dan Azizi dengan matanya sementara Fisha mengangguk, "Memang, tapi abis ini juga mereka bakal pulang." tandasnya.
"Boleh, sih. Tapi aku harus izin sama Bunda Ayah aku kalo aku bakal pulang telat. Kita bisa ajak Fio?"
"Boleh, aku juga bakal senang kalo Fio ikut." Fisha tersenyum simpul.
"Jadi ... ada saran? Kamu mau ke mana? Hm?" tanya Fisha, kali ini Freya hanya diam sejenak menatap wajah Fisha. "Taman, mungkin ke taman." Barulah Freya menjawab saat ia mulai mendapatkan lokasi yang ia inginkan.
"Perlu kita belanja sedikit cemilan?" Freya mengangguk, "Itu bakal lebih seru." Fisha kembali tersenyum dan tangannya mulai meremas pelan tangan Freya tanpa mengalihkan pandangannya dari netra Freya. Mengubahnya menjadi genggaman yang hangat.
Freya tersentak dan menatap ke bawah, Freya kembali menatap Fisha dan gadis itu hanya menampilkan cengirannya. Freya tersenyum canggung dan berusaha menerima kontak fisik tersebut.
Mungkin Fisha memang tipe orang yang suka melakukan kontak fisik sesama temannya. Biasa disebut love language.
Jika saja Freya masih menyukai gadis ini, mungkin Freya akan merasa salah tingkah bukan main saat diperlakukan seperti ini, namun untuk sekarang ternyata rasa itu telah memudar. Sehingga Freya tak bisa merasakan apapun pada gadis ini lagi.
Terkadang Freya juga merasa kagum, takdir memang tak bisa ia tebak. Gadis yang dulu ia idam-idamkan sekarang mendekatinya secara terang-terangan. Sayang sekali, Freya sudah tidak menyukai Flora Nafisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strategi dan Ambisi (FreFlo)
Novela Juvenil[ Completed ] Cinta, Prestasi, dan Hobi. Tiga hal yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia di fase remaja. Dari tiga di antaranya, hanya satu yang menurut mereka sangat layak untuk diperjuangkan, namanya adalah prestasi. Sekolah tentunya menjadi...