Chapter 32: Ego

5.7K 578 119
                                    

"Aku selalu dengerin apa kata kamu, Del, kenapa kamu nggak pernah mau dengerin apa kata aku?"
.
.
.
.
.


Sudah berkali-kali Freya mengecek ponselnya, berkali-kali pula ia menelpon Fisha namun sama sekali tak mendapat jawaban dari sang pujaan hati.

Freya semakin dibuat frustrasi dengan hubungan mereka. Jujur saja Freya sangat menghindari perkelahian di dalam hubungan seperti ini, entah bagaimana ceritanya, Freya juga sama sekali tak sadar bahwa semua ini berjalan begitu saja.

Tak dia sangka bisa bertengkar dengan Fisha dengan masalah sepele. Ah iya, lagi-lagi masalah sepele, terkait masalah itu Freya jadi kebingungan, apa ia harus menganggap masalah tersebut sepele atau menyetujui ucapan Fisha yang menyatakan sebaliknya.

Jika dipikir secara logika, hal tersebut memang sepele 'kan?

Tolong jawab iya, setidaknya untuk membuat Freya sedikit tenang.

Gadis bertubuh tinggi itu tak bisa berhenti bergerak, sedari tadi mondar-mandir di dalam kamarnya dan terus mengirimi Fisha pesan juga menelponnya. Walau ia tau bahwa hal itu sama sekali tidak berguna, tapi Freya setidaknya berusaha.

Ia masih ingin mempertahankan hubungan ini.

"Please, Fisha angkat dong, ahh Fisha," lirih Freya sambil menunggu panggilannya tersambung.

Namun tetap saja nihil, panggilan tersebut selalu terputus. Freya mulai menyerah, ia melempar ponselnya ke atas kasur dan mulai membanting tubuhnya sendiri.

"Sialan," ringis Freya, lengannya terangkat dan menutup matanya. Freya mencoba menenangkan dirinya, berusaha menepis segala kemungkinan terburuk.

Freya harap, Fisha tak memiliki durasi amarah yang panjang. Semoga saja begitu, untuk sekarang bahkan ia tidak bisa fokus sama sekali dalam belajar. Biasanya tak pernah seperti ini, Freya kebingungan sendiri.

Tok.. Tok.. Tok..

Freya mendelik sebentar ke arah pintu setelah mengangkat lengannya, ia mulai mendudukkan dirinya dan menyahut, "Masuk,"

Pintu terbuka, terpampanglah Ara yang berdiri di ambang pintu dan menatap Freya dengan tatapan datarnya. Freya demikian, ia pun melempar tatapan serupa dengan si sulung.

Setelah menghela napas, ia bertanya, "Ada apa?"

"Makan di luar, yuk."

Apa-apaan itu, maksudnya nada itu dan juga wajah datarnya. Freya berdiri dan mulai merapikan pakaiannya. "Niat ngajak ga sih?"

"Disuruh bunda, kalo gamau yaudah," Ara bergerak menutup pintu kamar adiknya, namun dengan sigap Freya menyela, "Tunggu. Mau, bentar aku siap-siap dulu,"

"Lama bakal ditinggal."

"Berisik!"

Pintu kamar Freya kembali tertutup, meninggalkan Freya yang mulai mendesah sebal. Mungkin dengan pergi ke luar sebentar akan menenangkan Freya setidaknya dia juga butuh udara segar 'kan?

Beberapa jenak ia ambil untuk segera berganti pakaian dan mengaplikasikan sedikit make up di wajahnya. Tak lupa menyemprotkan sedikit parfum ke tubuhnya.

Kendati menatap pantulan dirinya di cermin, Freya menghela napas berat dan menepuk kedua pipinya bersamaan.

"Tenang Freya, Fisha pasti lagi red day, makanya dia ngeselin. Paling besok udah balik lagi normal, jangan panik, Fre, jangan panik." Monolog Freya pada dirinya sendiri. Gadis itupun mulai berjalan keluar dari kamarnya.

Setibanya ia di bawah, kedua saudarinya sudah menunggu beserta bundanya.

"Dalam rangka apa?" tanya Freya. "Bunda cuma lagi mau refreshing, apalagi kalian udah mulai mau ujian kan, jangan terlalu banyak pikiran. Makanya bunda mau ajak kalian jalan-jalan sebentar," tutur sang ibu.

Strategi dan Ambisi (FreFlo)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang