"Kamu yang menciptakan permainan bukan yang memainkan permainannya, ingat itu."
.
.
.
.
.
✧Hujan perlahan mulai reda berganti dengan gerimis yang sangat ringan, menimbulkan bulir-bulir air yang menutupi kaca mobil Azizi dan Fisha.
Keduanya terdiam, membuat suasana senyap di dalam mobil. Hanya terdengar suara mesin dan terkadang tangan Azizi yang memutar gigi mobil.
Mobil yang berkendara menembus suasana hujan malam itu akhirnya berhenti tepat di depan lampu lalu lintas yang berubah menjadi merah.
Mata Azizi mengedar pada pengguna jalan raya yang menyebrang. Setelahnya Azizi melirik Fisha yang bermain dengan handphonenya. Gadis itu terlihat sangat aneh, karena Fisha tengah tersenyum sumringah tanpa alasan jelas yang Azizi ketahui.
Azizi menghela napas panjang, suara itu berhasil membuat Fisha tersadar. Namun, dia masih fokus dengan gawainya.
"Ada apa? Hm?" tanya Fisha, gadis itu mulai mematikan benda pipih miliknya dan memasukkan benda tersebut di dalam tasnya. Azizi merubah pandangannya menyamping ke arah Fisha.
Dengan tatapan datar, Azizi hanya terdiam beberapa jenak membiarkan pikirannya berputar.
Menunggu ada kalimat atau kata yang cocok untuk dilepaskannya dari mulut yang masih terkatup ini.
"Kenapa harus sama Freya?" lirih Azizi. Namun, kali ini kepalanya sudah menjurus ke depan, menatap lampu lalu lintas yang kemudian berubah menjadi hijau.
Azizi lantas menginjak pedal gas dan kembali menjalankan kendaraan beroda empat tersebut. "Kamu cemburu?"
Ludah Azizi tertelan bulat-bulat, jantungnya berdebar-debar, ada perasaan aneh yang langsung muncul saat Fisha bertanya mengenai hal itu.
Gadis berperawakan tomboy itu tidak berkomentar lagi. Dia terdiam dengan wajah dingin, berusaha mengabaikan pertanyaan Fisha yang enggan ia jawab tadi.
Sadar posisi mereka saat ini hampir tiba di rumah, Azizi lebih melajukan kendaraannya lagi. Melewati beberapa belokan sebelum akhirnya masuk ke area perumahan.
"Aku bicara sama kamu, Azizi Erland Nasya." sindir Fisha setelah lama keterdiaman keduanya.
"Jangan sebut nama panjang aku."
"Aku berhak." tukas Fisha lantang.
Bibir Azizi semakin terkatup dan melengkung tipis. Menandakan dirinya kesal dengan Fisha sekarang. "Maaf. Jangan dibahas lagi." pinta Azizi, setidaknya nada Azizi mulai sedikit tenang sekarang.
"Kalau gitu, jawab pertanyaanku tadi, Kak. Kamu cemburu?"
Dengan berat hati dan pertimbangan yang cukup memakan beberapa saat lamanya, Azizi mengangguk.
Iya, Azizi mengangguk.
Bibir Fisha tersungging menatapnya. "Jadi ... ini yang kedua kalinya?" Azizi lagi-lagi mengangguk tanpa keraguan sedikitpun, ia mengerti apa poin yang sedang dibahas oleh Flora Nafisha.
Tangan Fisha meraih sebelah tangan Azizi yang menganggur kemudian menggenggamnya, Fisha mengecup punggung tangan Azizi sambil mengusapnya lembut.
"Maafin aku, tapi aku harap kamu bisa sabar, ya?" kali ini Fisha berbicara dengan nada lembut yang bakal membuat siapapun terhipnotis. "Kamu 'kan kakak aku, kamu selalu tau aku itu orangnya gimana."
Azizi menghentikan mobilnya kala mereka sudah tiba di rumah. Ia langsung mematikan mobilnya namun keduanya belum ingin keluar dari sana. Azizi menatap tangan Fisha yang menggenggam tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strategi dan Ambisi (FreFlo)
Teen Fiction[ Completed ] Cinta, Prestasi, dan Hobi. Tiga hal yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia di fase remaja. Dari tiga di antaranya, hanya satu yang menurut mereka sangat layak untuk diperjuangkan, namanya adalah prestasi. Sekolah tentunya menjadi...