"Mereka kenapa sih kok senyum-senyum terus satu sama lain. Ini ulangan emang berasa kocak apa gimana dah?"
.
.
.
.
.
✧"Dan ... dia juga dari tadi ngeliatin kamu mulu, apa kamu nggak ngerasa?" tambah Zeeno sedikit berbisik.
Tak langsung menoleh, Freya berupaya mencerna perkataan Zeeno baik-baik. Terutama di bagian Zeeno berkata dirinya selalu berada di dalam satu ruangan yang sama dengan Fisha.
Setelah diingat, ternyata memang benar. Freya baru menyadarinya.
Fiony menoleh ke belakang dan memang mendapati Fisha tengah melamun sambil menatap sahabatnya. Melihat itu, Fiony ikut keheranan. Ia memutar kembali kepalanya.
"Frey, Fisha kenapa ngeliatin kamu begitu, kamu ada masalah sama dia?" desis Aldo pelan.
Sudah cukup dengan semua bisikan teman-temannya, Freya yang tak tahan lantas memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Benar saja, ia memergoki Fisha sedang menatapnya lekat. Saat dirinya berbalik badan, pandangan mereka sama sama beradu untuk beberapa detik sebelum akhirnya Fisha berkedip beberapa kali dan membuang pandangannya ke bawah.
Mata Freya memicing seketika melihat gelagat gadis itu. Bukan berniat mendiaminya, tetapi Freya hanya ingin menjaga jarak mereka beberapa hari ini. Apalagi jadwal pertemuan keduanya dengan bu Sisca telah diatur terpisah. Sehingga, saat melaksanakan kegiatan penyembuhan mental seperti yang dikatakan bu Sisca mereka tidak akan bertemu.
Walaupun Freya yakin, mentalnya baik-baik saja. Tetapi, daripada hal ini harus bocor ke keluarganya, Freya memilih untuk bungkam dan mengikuti saran dari gurunya.
"Freya, jangan melamun!" tegur Zeeno dan Fiony hampir bersamaan. Tangan Zeeno juga melambai ke arah Freya. Tampaknya gadis itu tenggelam dalam renungannya.
"Jujur sama kita, kamu ada masalah apa sama Fisha?" Freya menggeleng kemudian tersenyum. "Aku nggak ada masalah apa-apa sama anak itu, lagian kita ngga deket-deket amat, kok," kilahnya.
Bohong. Itu bohong. Freya meremas roknya sendiri di bawah sini, rasanya sangat tak nyaman ketika ia harus membohongi para sahabatnya ini.
• • •
"Okay, sekarang apa yang lagi dipikirkan anak kecil satu ini, kenapa dia dari tadi diem mulu?" bisik Kathrina merasa aneh dengan gelagat Fisha semenjak pagi ini.
Ujian di jam pertama memang berhasil mereka lewati, sebenarnya, hari ini ada sedikit hal yang cukup membuat pertanyaan di benak Kathrina mengenai kelakuan Fisha yang akhir-akhir ini sedikit aneh.
Ia merasa Fisha bukanlah Fisha seperti biasanya.
Senggolan kecil Kathrina berikan pada Ashel yang duduk tepat di sebelahnya, menikmati es cekek yang baru saja ia pesan. "Kenapa Kath?"
"Daritadi aku ngomong, kamu nggak denger?" sindir Kathrina, ah dia baru menyadari bahwa kedua telinga Ashel tengah tersumbat dengan earbuds. Tak ayal gadis itu sama sekali tidak menangkap suaranya, apalagi di kondisi berbisik.
Kathrina berinisiatif mencabut satu earbuds yang terpasang di telinga Ashel kemudian mengulangi pertanyaannya dan menunjuk ke arah Fisha, yang duduk di meja seberang mereka.
"Itu tuh, si Fisha kenapa diem mulu dari tadi pagi, kira-kira dia ada masalah apa?" ulangnya. Ashel mendelik ke arah Fisha, kemudian menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Entahlah, mungkin soal yang baru kita kerjakan bikin dia trauma."
"Bisa gitu, ya." Anggukan berulang dilakukan oleh Kathrina menanggapi ucapan Ashel, meskipun begitu, pada akhirnya Kathrina tidak terlalu memedulikan Fisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strategi dan Ambisi (FreFlo)
Jugendliteratur[ Completed ] Cinta, Prestasi, dan Hobi. Tiga hal yang selalu terlibat dalam kehidupan manusia di fase remaja. Dari tiga di antaranya, hanya satu yang menurut mereka sangat layak untuk diperjuangkan, namanya adalah prestasi. Sekolah tentunya menjadi...