RVSD 14 | Potong rambut

512 50 4
                                    


Elia dan Jayastu sedang memeriksa pesanan pelanggan. Paper box berisi penyetan ikan dan ayam tersusun rapi sesuai nama pemiliknya. Sudah ada tiga ojol menunggu di depan, siap mengantarkan pesanan-pesanan itu.

"Udah siap semua?" tanya Mira. "Pesanan susulan yang tadi gimana?"

"Beres, Bu Ben," jawab Elia sembari membenahi kaca matanya yang sedikit merosot.

Mira menganggukkan kepala dengan wajah puas. "El, tukang cukur rambut langgananmu bisa dipanggil ke rumah, nggak?"

"Bisa, Bu Ben. Emang siapa yang mau potong rambut?"

"Dhara," seru Mira. "Dari kemarin dia ngeluh karena rambutnya dijambak terus sama Oka."

Oka sudah mulai aktif bergerak. Kendati belum bisa berjalan, tapi tangannya sudah sangat lincah. Tiap kali menemani Oka bermain, rambut Dhara yang lumayan panjang selalu ditarik sampai kulit kepalanya terasa panas.

Elia mengeluarkan ponsel dari saku depan celemeknya. "Coba saya tanyain dulu, ya, Bu Ben. Soalnya Reni sering dapat job yang jauh." Dia mulai mencari 'Reni' pada deretan kontak di ponselnya. "Mbak Dhara mau potong rambut kapan?"

"Kapan, ya?" Mira nampak berpikir sejenak. Dhara sedang tidak ada di warung. Putrinya itu masih di rumah mengurus Oka. "Mungkin nanti sekitar jam empat."

Kedatangan tiga orang ojol menginterupsi obrolan mereka. Tiga bapak-bapak menyapa singkat lalu mengangkut pesanan. Tidak lupa Jayastu ikut pula membantu.


***


Reni sedang memotong rambut Dhara di lantai dua. Tadinya mereka janjian bertemu di rumah, namun tidak jadi. Pesanan yang masuk melalui aplikasi sedang banyak dan Dhara sebagai admin harus siap siaga di warung. Kalau dia di rumah, komunikasi antara dirinya dan Benjamin lebih ribet.

"Potong segini, Mbak?" tanya Reni memastikan. Suaranya lemah lembut.

Dhara duduk berhadapan dengan kaca yang tertempel dinding. Untung saja beberapa waktu lalu Dhara memutuskan membeli kaca besar itu. Meskipun Mira sempat menentang, dia tidak peduli. Terbukti sekarang kaca itu sangat bermanfaat.

"Lebih atas lagi nggak pa-pa." Dhara memberi kode dengan tangannya yang ditempel ke rambut. "Dikira-kira biar nggak gampang ditarik Oka."

Reni mengangguk. Dia mulai mengeksekusi sesuai permintaan Dhara. Di sela-sela memotong rambut, mereka berbincang membahas hal-hal remeh. Obrolan mereka seputar kejadian yang sedang viral akhir-akhir ini.

Dari info yang sempat Elia berikan pada Dhara. Sejak SMA Reni sudah mendapat panggilan sana-sini untuk memotong rambut. Dan berlanjut hingga sekarang.

"Mamamu lagi potong rambut."

Suara Giri terdengar bersamaan dengan kekehan Oka. Dhara tidak bisa menoleh. Dia menatap dua orang yang baru saja datang lewat pantulan cermin di hadapannya.

Hari ini hari sabtu. Giri tidak bekerja. Tadi pagi laki-laki itu menjemput Dhara dan Oka di rumah dan mereka ke warung bersama.

Giri mendekati Dhara lalu menatap penampilan perempuan itu di cermin. "Nggak kurang pendek?" Ia memperhatikan rambut Dhara yang sedang dipotong. "Kalau segitu bukannya masih gampang ditarik Oka?"

"Jangan didengerin," kata Dhara pada Reni yang gerakan tangannya sempat terhenti setelah Giri mengemukakan pendapat. "Kalau terlalu pendek nanti muka gue kayak bakpao!"

Giri bergerak menjauh dari Dhara. Dia menuju kasur yang terbentang di ruangan itu kemudian menurunkan Oka di sana. "Anak Papa ini makin bulat aja." Giri bicara dengan suara yang sengaja dibuat lucu. "Kalau udah besar ngegym bareng Papa, supaya perutmu sixpack."

"Ohya, belum lama ini Isac protes."

Kepala Giri menoleh ke Dhara. "Protes apaan dia?"

"Dia nggak suka lo sebut diri lo 'papa' ke Oka."

"Siapa suruh ngilang?" kata Giri dengan cuek. "Kalau dia nggak kabur, panggilan gue sekarang udah pasti 'om'."

Dhara mendecakkan lidah. "Lo juga jangan sebut-sebut 'papa' lagi. Pusing gue."

"Gue begini supaya Oka merasa kalau hidupnya lengkap." Giri yang tadinya tiduran lantas duduk. Jari tangan kanannya sedang dimainkan oleh Oka. "Supaya kata 'papa' familier di telinganya, bukan cuma 'mama'."

Kepala Dhara sempat menoleh, tapi hanya sebentar. "Lo nggak takut pacar lo cemburu?"

"Pacar gue yang mana?"

"Ya, nanti kalau lo punya pacar," Dhara memperjelas. "Kalau Oka panggil lo papa dan gue mama, pacar lo pasti cemburu. Lo nggak kepikiran sampai sana?"

Giri menggeleng. "Santai aja, kalik. Pacarnya juga belum ada." Dia terkekeh saat melihat Oka memonyongkan bibirnya. "Ra, gue pengin potong rambut juga."

"Jangan mau, Ren," Dhara memperingati. "Dia cerewet, ngelebihin cewek."

Reni tersenyum manis. Dia memang tipe orang yang tidak banyak bicara.

"Gue cuma pengin ngerapihin dikit-dikit." Giri menyisir rambutnya kebelakang. "Lagi nggak sempat ke salon langganan."

"Hari ini lo libur. Kenapa nggak ke sana?"

"Gue kangen Oka."

"Alasan!"

"Maaf, Mas." Reni akhirnya bersuara. "Selama ini pelanggan saya kebanyakan perempuan. Takutnya nggak sesuai ekspektasi, Masnya."

Giri menjumput rambutnya. "Ngerapihin dikit-dikit bisa, nggak?"

Reni berhenti sejenak dari kegiatannya memotong rambut Dhara. Kini matanya terarah pada Giri. "Kalau cuma merapikan sedikit, saya bisa."

"Yaudah, nggak papa." Giri setuju. "Gue nggak minta model yang ribet. Yang penting lebih rapi aja."

Dhara menatap Reni lewat pantulan kaca. "Lo beneran nggak papa, Ren? Kalau udah ada janji sama pelanggan yang lain, tolak aja."

"Kebetulan hari ini cuma ada dua pelanggan," ungkap Reni. "Pelanggan pertama tadi pagi. Dan yang kedua, ya, Mbak Dhara."

Ponsel di tangan Dhara tiba-tiba berbunyi.

"Ada orderan lagi." Dhara membaca dengan teliti rincian pesanan pada aplikasi yang terbuka di ponselnya. "Ren, gue bisa ke bawah sebentar nggak? Gue harus kasih tahu Pak Ben."

"Sini biar gue yang ke bawah." Giri menawarkan bantuan. Dia membawa serta Oka. "Ada orderan apa aja?"

"Ini lo kasih ke Pak Ben." Dhara menyodorkan ponselnya. "Kalau Bapak gue yang ganteng itu lagi sibuk, kasih ke Ibu Mira yang cantik jelita."

Giri mengangguk setelah menerima benda itu. "Ayo Oka, kita ke bawah. Kita punya misi penting!"


-Bersambung-

~

Punya kritik & saran? Yuk, dikomen.

Suka sama cerita ini? Jgn lupa Vote.

What Popi Left Behind [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang