◇ 4

210 32 0
                                    

𝓑𝓮𝓻𝓽𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓪𝓽𝓪𝓾 𝓛𝓮𝓹𝓪𝓼𝓴𝓪𝓷?
ᴀᴜᴛʜᴏʀ : citracpd


ʜ



ʏ

ʀ



ɪ
ɴ
ɢ


。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆
ʀᴀʀᴀ☆

ᴠᴏᴛᴇ&ᴋᴏᴍᴇɴ!


Taufan dan Gempa baru saja keluar dari ruang UKS setelah memastikan kondisi Thorn membaik. Mereka berdua berpisah karena Gempa kelasnya berada di gedung U. Taufan melihat jam di dinding dan sadar bahwa pelajaran berikutnya sudah hampir dimulai.

"Aduh, udah jam segini! Kelasku juga di gedung O lagi," ujar Taufan dengan nada panik. Karena Taufan termasuk anak IPS, jadi kelasnya berada di gedung O.

Jarak ruang UKS dan gedung O lumayan jauh. Gedung U berisi kelas IPA, UKS, looby, kantor guru, TU, ruang BK, ruang data, dan ruang kepala sekolah.

Taufan segera berlari keluar dari gedung U, berusaha secepat mungkin menuju gedung O. Ia berlari melewati koridor panjang dan beberapa tangga, menghindari kerumunan siswa yang masih berkeliaran di lorong. Napasnya terengah-engah, tetapi ia tidak berhenti.

Setelah beberapa menit yang terasa sangat panjang, Taufan akhirnya tiba di depan pintu kelasnya, mengatur napas terlebih dahulu. Dengan perlahan, Taufan membuka pintu kelas dan masuk.

"Assalamualaikum. Maaf bu, saya terlambat karena ada urusan di UKS," kata Taufan dengan sopan kepada guru mereka, Bu Anik, yang sudah memulai pelajaran matematikanya.

Bu Anik menatap tajam ke arah Taufan. Taufan yang sudah berkeringat dingin meneguk salivanya, mencoba tetap tenang.

"Waalaikumsalam. Ya sudah, duduk sana!" ucap Bu Anik dengan tegas.

"B-baik, Bu!" jawab Taufan dengan gugup. Ia segera menuju tempat duduknya, merasa lega meskipun masih tegang.

Sementara itu, di gedung U, Gempa baru saja masuk ke kelasnya. Ia terkejut ketika melihat bahwa hari ini ada ulangan kimia. Gempa lupa akan hal itu, dan sekarang ia tertinggal jauh. Teman-temannya sudah mengerjakan soal uraian, bahkan beberapa sudah selesai.

Saat Gempa menuju kursinya, tatapannya tak sengaja tertuju pada luka lebam di pipi Halilintar yang belum diobati. Halilintar duduk di barisan belakang, wajahnya terlihat tegang dan fokus pada soal di depannya.

Gempa merasakan gelombang kecemasan mengalir melalui dirinya. Walaupun Gempa membenci Halilintar, ia tidak tega melihat saudaranya terluka.

Gempa mencoba menenangkan diri dan fokus pada ulangan, tetapi pikirannya terus melayang memikirkan Halilintar. Ia bertanya-tanya kenapa Halilintar tidak segera mengobati lukanya?.

Saat mengerjakan soal, Gempa sesekali melirik ke arah Halilintar. Wajah Halilintar tampak pucat, dan pipinya yang lebam semakin jelas terlihat. Gempa menghela napas, mencoba memusatkan perhatian pada soal-soal kimia di depannya. Namun, pikirannya terus berputar-putar.

Bertahan atau Lepaskan? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang