◇ 21

176 31 4
                                    

𝓑𝓮𝓻𝓽𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓪𝓽𝓪𝓾 𝓛𝓮𝓹𝓪𝓼𝓴𝓪𝓷?
ᴀᴜᴛʜᴏʀ : citracpd

⇄ ◀ 𓊕 ▶ ↻

"AAAARRRGGGGHHHHH "

Halilintar terbangun ketika rasa sakit yang luar biasa kembali menyerangnya. Kepalanya berdenyut hebat, seolah dipukul ribuan palu. la berteriak kesakitan, tangan gemetar memegangi kepala yang terasa seperti akan meledak.

Keringat dingin bercucuran, menambah derita yang dirasakannya. Dengan susah payah, Halilintar meraba-raba laci mejanya untuk mencari obat, tetapi tidak menemukannya. Obat yang biasanya menenangkan rasa sakit itu hilang entah ke mana. Padahal Halilintar kemarin baru saja membelinya saat sekalian tes diagnosa.

Halilintar berusaha bangkit dari kursi, namun tubuhnya yang terlalu lemah membuat Halilintar terjatuh. Kepalanya semakin berdenyut, dan kini hidungnya mulai mengeluarkan darah.

Rasa sakit yang begitu hebat membuatnya memukuli kepalanya sendiri, berharap ada sedikit kelegaan, namun yang ada hanya rasa sakit yang semakin mengerikan. Nafasnya semakin tercekat, membuatnya sulit bernapas.

Tiba-tiba, perut Halilintar terasa mual, seakan ada ribuan jarum yang menusuk-nusuk dari dalam. Halilintar memegangi mulutnya dengan tangan gemetar, mencoba bangkit sekali lagi, namun tubuhnya seakan kehilangan seluruh tenaga. Dengan berat hati, dia terjatuh kembali ke lantai yang dingin.

"Hoekk...

Hoekk...

Hukk... Hoekk......"

Suara mual itu menggema di dalam ruangan yang sunyi, tetapi yang keluar dari mulutnya bukanlah sisa makanan, melainkan darah merah gelap yang mengalir deras. Setiap kali dia berusaha menahan, aliran darah semakin deras, menodai lantai putih yang kini menjadi saksi bisu penderitaannya.

"D-darah??"

Matanya membelalak, melihat darah yang keluar dari tubuhnya sendiri. Pikirannya kacau balau, jantungnya berdebar tak beraturan. Dia tidak mengerti mengapa tubuhnya mengkhianati dirinya seperti ini.

Tubuhnya bergetar hebat. Air mata mengalir dari sudut matanya, tanda ketidakberdayaannya menghadapi rasa sakit yang begitu dahsyat. Bayangan wajah-wajah orang yang dicintainya menari-nari di benaknya, semakin memperparah rasa pedih yang dia rasakan.

Halilintar mencoba menggapai sesuatu, apa saja yang bisa membantunya, tetapi Halilintar tak mampu walau hanya sekedar untuk berdiri.

"S-siapapun... T... tolong!" ucapnya dengan suara yang hampir tak terdengar, penuh harap dan keputusasaan.

Setiap kata yang keluar dari mulutnya terasa seperti pisau yang mengiris-iris tenggorokannya. Dia memandang ke sekeliling, mencari sosok yang mungkin bisa menolong, tetapi hanya kegelapan yang menyambutnya. Bayangan rasa sakit dan kesendirian menyelimuti dirinya, menambah beban yang harus ditanggungnya.

Dalam ketidakberdayaannya, Halilintar teringat akan masa bahagianya, saat-saat dia melihat Thorn yang selalu menyemangatinya. Kenangan itu kini terasa begitu jauh, seakan-akan milik orang lain. Harapan yang pernah dia genggam erat kini terlepas, menguap bersama setiap tetes darah yang keluar dari tubuhnya.

"S-siapapun...," bisiknya sekali lagi, meski dia tahu, tak ada yang akan mendengar. Kepiluan itu menghancurkan hatinya, membuatnya merasa semakin terpuruk dalam jurang keputusasaan.

Bertahan atau Lepaskan? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang