◇ 9

187 31 0
                                    

𝓑𝓮𝓻𝓽𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓪𝓽𝓪𝓾 𝓛𝓮𝓹𝓪𝓼𝓴𝓪𝓷?
ᴀᴜᴛʜᴏʀ : citracpd


ʜ



ʏ

ʀ



ɪ
ɴ
ɢ

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆
ʀᴀʀᴀ☆

ᴠᴏᴛᴇ&ᴋᴏᴍᴇɴ!

Tangannya membuka pintu dengan hati-hati, memastikan tidak ada suara yang terlalu keras. Ketika pintu terbuka, pandangannya langsung tertuju pada sosok di dalam ruangan—Kaizo, yang sudah menunggunya dengan persiapan matang.

Ruangan itu remang-remang, hanya diterangi oleh beberapa lampu kecil yang memancarkan cahaya redup. Di atas meja, berbagai jenis senjata tergeletak rapi, menambah aura tegang di sekitar mereka. Kaizo, dengan tatapan tajam dan sikap penuh ketenangan, berdiri di tengah ruangan.

“Sudah siap?” tanya Kaizo tanpa basa-basi, suaranya terdengar datar namun penuh wibawa.

Halilintar hanya mengangguk. Ia tahu ini bukan saatnya untuk banyak bicara. Kaizo mengulurkan tangan, mengambil beberapa peralatan dari meja. Dalam satu gerakan cepat, Kaizo melemparkan sebuah pisau belati ke arah Halilintar.

Halilintar, dengan refleks yang terlatih, menangkap pisau itu di udara, menggenggamnya erat. Kemudian, Kaizo melemparkan sarung tangan hitam, masker, dan topi, semuanya diterima Halilintar dengan cekatan.

Setiap item yang diterimanya segera dipakai tanpa ragu. Sarung tangan hitam itu pas di tangannya, masker menutupi wajahnya dengan sempurna, dan topi yang selalu Halilintar gunakan diganti dengan topi hitam yang menambah kesan misterius pada penampilannya. Kaizo mengamati Halilintar sejenak, memastikan semuanya sudah sesuai rencana.

Halilintar merasakan detak jantungnya yang semakin cepat. Merasakan ketegangan di udara, namun Halilintar tidak menunjukkan keraguan sedikit pun. Dengan setiap peralatan yang melekat di tubuhnya, Halilintar merasa semakin siap menghadapi misi ini. Kaizo melangkah ke depan, mengisyaratkan Halilintar untuk mengikutinya.

Mereka berjalan menuju pintu belakang yang mengarah ke sebuah gang gelap. Di luar, malam semakin larut, memberikan mereka selubung kegelapan yang sempurna.

"Langkah pertama adalah menyusup masuk tanpa diketahui," ujar Kaizo saat mereka melangkah keluar. "Kita harus bergerak cepat dan tepat."

Halilintar mengerti. Ia telah mempersiapkan diri untuk ini. Mereka melangkah dengan tenang namun tegas, setiap langkah dipikirkan dengan matang. Keheningan malam menjadi saksi bisu perjalanan mereka, dua bayangan yang menyatu dengan kelamnya malam.

»»————>

Mereka tiba di titik penyusupan pertama. Kaizo berhenti, memberi isyarat kepada Halilintar untuk mengambil alih. Dengan keterampilan yang terasah, Halilintar memeriksa situasi di sekitar, memastikan tidak ada yang mengawasi. Setelah yakin aman, ia memberikan tanda kepada Kaizo untuk maju.

Halilintar dan Kaizo akhirnya tiba di markas penjahat yang tersembunyi di balik reruntuhan gedung tua. Mereka berdua melangkah hati-hati, menyusuri lorong-lorong gelap yang hanya diterangi oleh cahaya redup dari lampu-lampu rusak.

Tiba-tiba, Halilintar berhenti. Matanya membulat saat melihat sosok yang berdiri di ujung lorong. Sosok itu adalah orang yang sama yang Halilintar kejar di rumah sakit beberapa waktu lalu. Dada Halilintar berdebar keras, antara marah dan takjub.

“Halilintar, fokus!” Kaizo menepuk bahu Halilintar dengan cepat, menyadarkannya dari lamunan yang berbahaya. "Kita tidak punya banyak waktu. Ingat rencana kita."

Halilintar mengangguk, menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya. Kaizo kemudian memberi isyarat dengan matanya ke arah sebuah pintu kecil yang nyaris tak terlihat di dinding sebelah kanan.

“Lewat sini,” bisik Kaizo dengan suara rendah namun tegas. “Ini pintu rahasia. Kita harus berhati-hati.”

Dengan perlahan dan penuh kewaspadaan, mereka membuka pintu rahasia itu. Suara berderit yang nyaris tak terdengar menambah ketegangan. Mereka melangkah masuk, memastikan pintu kembali tertutup rapat di belakang mereka.

Di dalam ruangan tersembunyi itu, suasana terasa lebih mencekam. Cahaya dari obor-obor kecil yang terpajang di dinding hanya cukup untuk melihat langkah mereka berikutnya. Setiap bayangan seakan bisa menjadi ancaman.

“Kita hampir sampai di pusat kendali,” bisik Kaizo lagi. “Tetap waspada.”

Halilintar mengangguk sekali lagi. Dengan langkah yang semakin mantap, mereka maju bersama, siap menghadapi apa pun yang menunggu di depan.

Kaizo dan Halilintar akhirnya tiba di depan pintu ruang kendali. Kaizo membuka pintu itu perlahan, memastikan tidak ada suara yang mengkhianati kehadiran mereka. Ketika pintu terbuka sepenuhnya, mereka terkejut mendapati ruangan itu kosong, tanpa penjaga satu pun.

Kaizo memberi isyarat pada Halilintar untuk segera masuk. "Cepat, sebelum ada yang datang," bisiknya.

Mereka melangkah masuk dengan hati-hati. Kaizo langsung menuju meja pusat kendali, matanya mengamati setiap alat dan layar yang ada di sana.

"Cari sesuatu yang mencurigakan," ucapnya, tanpa mengalihkan pandangannya dari deretan tombol dan monitor di depannya.

Halilintar bergerak menuju laci-laci di sudut ruangan. Dengan cepat, tangannya menggeledah satu per satu, mencari petunjuk yang bisa berguna. Tiba-tiba, matanya tertumbuk pada sebuah foto dan buku di salah satu laci. Tanpa berpikir panjang, Halilintar menyimpannya di dalam tas. Namun, sebelum Halilintar sempat melanjutkan pencariannya, terdengar suara langkah mendekat.

Brakk

Pintu ruang kendali terbuka dengan keras, dan sosok bertopeng muncul di ambang pintu. Mata tajam di balik topeng itu mengamati mereka dengan penuh kewaspadaan.

"Siapa kalian?" suara berat dari balik topeng itu menggema di ruangan.

Refleks Halilintar bekerja lebih cepat daripada pikirannya. Ia langsung memasang kuda-kuda, tubuhnya tegang siap bertarung. Dengan gerakan gesit, Halilintar mengeluarkan belatinya, mengarahkannya ke sosok bertopeng tersebut. Kaizo berdiri di sampingnya, juga bersiap untuk menghadapi ancaman yang tiba-tiba muncul ini.


。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆
ʀᴀʀᴀ☆

𝓑𝓮𝓻𝓽𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓪𝓽𝓪𝓾 𝓛𝓮𝓹𝓪𝓼𝓴𝓪𝓷!
ᴀᴜᴛʜᴏʀ : citracpd

ᴠᴏᴛᴇ&ᴋᴏᴍᴇɴ!

Bertahan atau Lepaskan? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang