◇ 25

161 30 1
                                    

𝓑𝓮𝓻𝓽𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓪𝓽𝓪𝓾 𝓛𝓮𝓹𝓪𝓼𝓴𝓪𝓷?
ᴀᴜᴛʜᴏʀ : citracpd

⇄ ◀ 𓊕 ▶ ↻

"Hali, aku ikut!" serunya.

Ketika Halilintar berjalan menuju lift, Gamma memanggilnya. Pria berambut kuning keemasan dengan wajah penuh tekad itu menyusulnya.

"Gak!" jawab Halilintar tegas.

"Kalau kamu tidak izinkan aku ikut, setidaknya izinkan aku bantu sedikit," katanya sambil tersenyum, menyerahkan botol kecil kepada Halilintar.

Halilintar menerima botol itu dan meminumnya. Kesegaran air membasahi tenggorokannya yang kering. Setelah beberapa tegukan, ia mengembalikan botol itu kepada Gamma, mengangguk kecil sebagai tanda terima kasih.

"Terima kasih, Gamma," kata Halilintar. "

"Hali, kamu yakin bisa melakukannya sendirian? Ini bisa saja akan membahayakanmu," katanya dengan nada serius.

Halilintar menoleh sebentar, matanya penuh determinasi. "Aku harus melakukannya, Gamma. Jangan khawatir, aku sudah memikirkan segalanya. Jaga mereka. Kalau sesuatu terjadi pada kalian, semua usahaku akan sia-sia."

Gamma mengangguk, meski terlihat berat hati. "Baiklah, hati-hati Halilintar, sampai jumpa!."

Halilintar mengangguk dan melangkah masuk ke dalam lift, pintunya menutup perlahan. Perjalanan yang penuh bahaya sudah menunggunya, namun dengan setiap langkah, Halilintar semakin yakin bahwa ia bisa menghadapinya.

Halilintar tahu bahwa keluarga dan teman-temannya mendukungnya dari belakang, meski harus berjuang sendirian di depan.

Pintu lift terbuka, Halilintar melangkah cepat dengan hati berdebar-debar. Informasi dari Voltra bahwa Solar, disekap di laboratorium membuatnya tidak bisa berpikir jernih selain untuk segera menyelamatkan adiknya itu.

Setelah perjalanan yang penuh bahaya, akhirnya ia tiba di depan pintu laboratorium yang dimaksud. Namun, pintu tersebut terkunci rapat. Tidak ada cara lain selain mendobraknya. Dengan seluruh tenaga yang dimilikinya, Halilintar menghantam pintu itu hingga terbuka.

Saat ia berhasil masuk, pandangannya tertuju pada sosok adiknya yang terbaring lemah di atas ranjang, menangis tersedu-sedu dengan tubuh penuh selang infus yang menusuk kulitnya.

"Solar!" seru Halilintar dengan suara parau, matanya membulat penuh kengerian dan kepedihan melihat kondisi adiknya.

Solar menoleh, matanya yang bengkak dan merah memandang Halilintar dengan harapan yang kembali menyala.

"Kakak... tolong aku," suaranya terdengar lirih, nyaris tenggelam dalam kesakitan yang dialaminya.

Tanpa membuang waktu, Halilintar segera menghampiri adiknya. Ia dengan hati-hati mencabut selang-selang infus yang menancap di tubuh Solar, berusaha tidak menyakiti adiknya lebih jauh. Setelah semuanya terlepas, ia mengangkat tubuh Solar yang lemah dan mendekapnya erat.

"Aku di sini, Solar. Aku akan membawamu keluar dari sini," bisik Halilintar, suaranya dipenuhi keteguhan dan kasih sayang.

Dengan adiknya di pelukan, Halilintar bergegas keluar dari laboratorium yang dingin dan menakutkan itu. Setiap langkah yang diambilnya terasa semakin berat.

Bertahan atau Lepaskan? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang