◆ 17

167 32 2
                                    

𝓑𝓮𝓻𝓽𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓪𝓽𝓪𝓾 𝓛𝓮𝓹𝓪𝓼𝓴𝓪𝓷?
ᴀᴜᴛʜᴏʀ : citracpd

⇄ ◀ 𓊕 ▶ ↻

Di sepanjang jalan yang dihiasi lampu-lampu neon dan bisingnya kendaraan, Halilintar melaju dengan kecepatan yang tidak stabil, roda motornya melintasi aspal yang terasa dingin di malam itu, seolah ingin menyampaikan kesuraman yang ia rasakan dalam hidupnya. Bayangan masa depan yang suram terpatri dalam benaknya, menambah beban yang semakin berat di pundaknya.

" Kondisi kesehatanmu sangat serius, Halilintar. Penyakit ini sudah mencapai tahap yang sangat parah."

Kata-kata itu menghantam hatinya, mengoyak harapan yang pernah ia genggam erat. Halilintar berusaha keras menepis kenyataan pahit itu, tetapi wajah dokter yang penuh belas kasihan terus menghantui ingatannya. Setiap detik berlalu terasa seperti duri yang menusuk-nusuk jiwanya, menambah luka yang semakin dalam.

Halilintar memandang jalanan yang kini terasa asing baginya, jalanan yang dulunya penuh kenangan manis, sekarang hanya menyisakan kesedihan yang mendalam.

Suara klakson kendaraan dan hiruk pikuk kota seakan menjadi latar belakang dari kesunyian hatinya. Ia berusaha menahan air mata yang terus berusaha mengalir, mencoba menenangkan diri di tengah hiruk pikuk yang tak bersahabat.

"Dari hasil pemeriksaan, waktumu kurang dari satu bulan, Halilintar. Sebaiknya kamu segera melakukan operasi dan perawatan lebih lanjut,"

Halilintar berhenti di persimpangan jalan ketika lampu merah menyala. Di tengah keramaian yang terus berjalan tanpa henti, ia merasa seakan dunia berhenti bergerak untuknya.

Matanya yang penuh kesedihan menatap lurus ke depan, mencoba menembus kerumunan orang yang lalu lalang tanpa sadar akan pergulatan batin yang tengah dialaminya. Wajah-wajah tak dikenal berlalu begitu saja, seolah hidup mereka tak pernah bersentuhan dengan penderitaannya.

“Hahaha... Kurang dari satu bulan, ya???”

Tawa yang keluar dari bibirnya tak mengandung keceriaan sedikit pun, melainkan cermin dari kepahitan yang kini merayapi tiap sudut hidupnya. Pembicaraan dokter tadi terus berputar tanpa henti, mengusik setiap detik dari waktu yang dimilikinya.

Kurang dari satu bulan. Kurang dari satu bulan untuk apa? Untuk mencari arti hidup? Untuk mencoba memahami mengapa takdir begitu kejam? Atau hanya sekedar untuk berpamitan dengan semua yang pernah ia cintai?

Halilintar menatap sekeliling, mencoba mencari sepotong harapan di tengah keremangan hidupnya.

Di benak Halilintar, ingatan tentang ibunya selalu datang tiba-tiba, seperti petir di siang hari yang menerjang tanpa peringatan. Rasa rindu yang menyesakkan dada membuat hatinya semakin perih. Ia teringat akan kehangatan dan belaian lembut yang dulu selalu membuatnya merasa aman, tempat ia selalu menemukan perlindungan dari dunia yang kejam.

“Bunda, jangan beritahu masalah kesehatan Alin sama siapa-siapa, ya? Alin takut,”

Suara kecilnya dulu begitu manis, penuh harapan, meminta ibunya untuk menyimpan rahasia tentang penyakit yang tengah menggerogoti tubuh kecilnya.

Kini, suara itu hanya gema masa lalu, meninggalkan jejak kesepian yang mendalam di hatinya. Halilintar menghela napas panjang, merasa lelah dengan semua perjuangan yang sudah lama ia hadapi sendirian. Keadaan yang tak pernah berubah, bahkan semakin memburuk, membuatnya kehilangan semangat hidup.

“Bunda janji akan selalu menyimpan rahasia ini. Abang harus yang kuat ya? Kalau ayah dan bunda sudah pulang, abang pasti akan mendapatkan perawatan yang lebih baik daripada ini.” suara ibunya, meski jauh di ingatan, masih terasa hangat dan penuh cinta.

Bertahan atau Lepaskan? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang