◇ 5

216 30 0
                                    

𝓑𝓮𝓻𝓽𝓪𝓱𝓪𝓷 𝓪𝓽𝓪𝓾 𝓛𝓮𝓹𝓪𝓼𝓴𝓪𝓷?
ᴀᴜᴛʜᴏʀ : citracpd


ʜ



ʏ

ʀ



ɪ
ɴ
ɢ

。・:*:・゚★,。・:*:・゚☆
ʀᴀʀᴀ☆

ᴠᴏᴛᴇ&ᴋᴏᴍᴇɴ!


Di balik gedung yang terbengkalai, suasana mencekam merayap di setiap sudut. Ruangan itu gelap dan kotor, dinding-dindingnya berlumut dan atapnya bocor, membiarkan sedikit cahaya masuk dan menerangi wajah-wajah yang berkumpul di sana. Mereka semua berkumpul, duduk di kursi-kursi reyot atau berdiri bersandar pada dinding yang dingin.

Di tengah ruangan, berdiri sosok bertopeng dengan aura kepemimpinan yang tak bisa disangkal. Dialah bos mereka, dengan tatapan tajam yang bisa membuat siapa pun bergidik. Suara langkah kakinya menggema ketika ia berjalan maju, menatap satu per satu bawahannya dengan penuh kewaspadaan.

"Kalian semua tahu apa yang harus dilakukan," katanya dengan suara serak yang memecah kesunyian. "Lakukan rencana kalian, dan jangan sampai gagal!"

Para bawahannya mengangguk dengan wajah tegang. Di antara mereka, seorang pria muda dengan rambut kusut dan wajah penuh ketakutan menjawab dengan suara gemetar.

"B-baik, Bos!"

Tanpa menunggu lebih lama, para bawahan itu segera bergegas keluar dari ruangan. Langkah kaki mereka terdengar tergesa-gesa, berderap menuju pintu keluar. Mereka tahu, kegagalan bukanlah pilihan. Setiap dari mereka memahami konsekuensi yang menanti jika mereka kembali dengan tangan kosong.

Bos itu tetap berdiri di tengah ruangan, menatap punggung para bawahannya yang semakin menjauh. Setelah pintu tertutup, keheningan kembali menguasai tempat itu. Ia menarik napas dalam, mengisi paru-parunya dengan udara lembap dan pengap. Pandangannya tetap tajam, pikirannya penuh dengan strategi dan antisipasi.

Di dalam gedung yang terbengkalai itu, hanya terdengar suara tetesan air dari atap yang bocor, menciptakan irama monoton yang hampir menghipnotis. Namun, bagi sang bos, ini adalah momen yang paling menentukan. Di balik kegelapan dan kekotoran tempat ini, rencana besar sedang dijalankan. Rencana yang tidak boleh gagal.

»»————>

Sore itu di sebuah kota kecil, matahari mulai turun perlahan, meninggalkan semburat jingga di ufuk barat. Di sebuah rumah, Halilintar mondar-mandir di ruang tamu, sesekali melirik jam dinding yang semakin mendekati pukul enam.

Angin sore berhembus lembut melalui jendela yang terbuka, membawa aroma tanah dan bunga yang khas. Namun, ketenangan sore itu tidak mampu meredakan kegelisahan di hatinya.

Blaze yang menjemput Solar seharusnya sudah pulang dari sekolah sejak satu jam yang lalu, belum juga menampakkan batang hidungnya. Halilintar sudah mencoba menghubungi ponselnya beberapa kali, tetapi tidak ada jawaban. Kekhawatiran mulai menguasai pikirannya, membayangkan berbagai kemungkinan yang bisa saja terjadi.

Bertahan atau Lepaskan? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang