Dua Belas

1.9K 220 58
                                    

Gemerlap lampu. Sorotan kamera. Gemuruh tepuk tangan. Riuh teriakan. Semua itu sudah akrab di kehidupan Salma dan Rony sejak bertahun-tahun lalu. Terseok-seok di awal untuk beradaptasi. Namun perlahan keduanya mampu menyesuaikan diri.

Masih lekat diingatan, kadang mereka takut akan tanggapan publik. Takut dianggap ini itu, tanggapan yang lebih banyak asumsinya. Meski pada akhirnya keduanya mampu menahan diri dan lebih banyak diam. Mereka pernah berada di masa menggebu menanggapi segala berita buruk yang tidak benar.

Tidak ada yang mulus pada masa-masa awal adaptasi mereka dengan segala hiruk-pikuk dunia entertainment. Namun Tuhan masih berbaik hati, menjaga mereka dari langkah tidak perlu.

Berhasil melewati lima tahun pertama tanpa kehilangan diri mereka sendiri, rasanya itu melegakan. Terlebih berhasil mengukuhkan posisi mereka di deretan musisi terbaik di negeri ini. Hal manis yang kadang masih tidak mereka sangka bisa mereka capai.

Namun di antara semua pencapaian itu. Bisa tampil berdua di depan publik tanpa takut apapun adalah hal terbesar yang akhirnya bisa mereka taklukkan. Pernikahan yang tertutup dari media. Jarang tampil bersama di depan publik di satu bulan pertama pernikahan. Juga riuhnya media sosial dengan opini pro kontra mengenai pernikahan keduanya. Jujur saja, itu melelahkan.

Makanya Salma lebih senang berada di rumah kalau sedang tidak ada pekerjaan. Mengurus rumah rasanya lebih menyenangkan ketimbang mengintip sosial media atau tampil di depan publik. Ia malas membuat orang lain bereaksi mengenai hidupnya. Kehidupan pribadinya adalah miliknya, tidak untuk ia bagi. Sementara Rony, ia lebih cuek menanggapi segalanya. Sekarang ia dan Salma sudah menikah, mereka saling mencintai. Itu cukup bagi Rony untuk hidup dengan baik. Pendapat orang lain tidak lebih dari sekadar debu yang tidak perlu dilirik.

Malam ini adalah kali pertama keduanya muncul di depan publik setelah menikah. Setelah banyak obrolan berdua. Salma paham, ada banyak hal yang tidak perlu dipusingkan. Mereka memang tidak akan mengumbar banyak mengenai kehidupan mereka di luar musik. Tapi bukan berarti takut tampil berdua di publik selayaknya suami istri.

Red karpet salah satu ajang penghargaan perfilman menjadi saksi keduanya tampil di publik sebagai sepasang suami istri untuk kali pertama setelah resepsi pernikahan mereka tiga bulan lalu. Saling menggenggam tangan keduanya berjalan bersisian. Membiarkan sorot kamera mengarah pada mereka. Membiarkan media mengabadikan momen ini sesuka hati.

"Kamu nyanyi berapa lagu sih?" Tanya Salma saat menemani Rony besiap di belakang panggung.

"Dua lagu," sahut Rony sambil merapikan posisi ear monitor di telinganya. "Sama sekali bacain nominasi."

Salma manggut-manggut dengan mata yang masih menatap Rony. Di beberapa momen kadang ia masih tidak menyangka lelaki yang dulu lebih sering membuatnya kesal sekarang sudah menjadi suaminya dan nampak tampan. Salma harus mengakui fakta kalau suaminya ini memang tampan.

"Kenapa ngeliatinnya gitu?" Rony sedikit menundukkan tubuhnya agar lebih dekat ke arah Salma yang sedang duduk. Jarak wajah keduanya sangat dekat. Bibir Rony tersenyum tipis sementara Salma berusaha keras untuk terlihat biasa padahal degup jantung sudah berpacu lebih cepat.

"Apa sih," protes Salma sambil mendorong pelan pundak Rony agar menjauh. "Ini tempat umum, banyak orang. Gak usah aneh-aneh."

"Siapa yang aneh-aneh, kan cuma nanya." Rony menjawil jidat Salma disertai tawa. "Kamu kali yang mikirnya ke mana-mana."

"Enggak," Salma menyahut cepat. "Udah sana, kerja."

"Siap istri," ucap Rony sambil mengusap puncak kepala Salma.

Salma hanya tersenyum saja mendapatkan perlakuan seperti itu. Rony memang jauh lebih berani untuk menunjukkan sikap mesra di depan orang-orang. Tidak seperti dirinya yang masih malu-malu.

Menetap (sekuel Kembali) ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang