Matahari mulai terbit, udara Bandung masih terasa sejuk. Bahkan dingin. Dewi baru selesai mandi. Ia membereskan barang-barangnya juga milik Salma. Pagi ini mereka kembali ke Jakarta.
Subuh tadi saat terbangun, Dewi tidak mendapati Salma di sampingnya. Lantas perempuan itu geleng-geleng kepala sembari tersenyum. Dewi bisa langsung menebak ke mana Salma pergi.
Sepertinya semua sudah membaik. Dewi kembali tersenyum. Ia tahu, kedua orang itu akan selalu kembali baik-baik saja. Masalah kemarin bukan apa-apa dibanding apa yang sudah mereka berdua lewati di masa lalu.
Dewi menarik napas, bangkit dari posisi duduknya. Barang-barangnya sudah rapi untuk dibawa pulang. Sekarang mari mengetuk pintu kamar di seberang kamar ini.
Saat Dewi baru saja membuka pintu kamar hotel tempatnya menginap, di depan pintu Andre dan Deni sudah menunggu. Namun belum sempat mereka berdua mengetuk pintu, pintu lebih dulu terbuka.
"Udah siapa? Salma mana?" Tanya Andre.
Dewi tersenyum, "Anak-anak yang lain emang udah siap?" Bukannya menjawab perempuan itu malah balik bertanya.
"Udah nungguin di bawah, lagi pada sarapan." Sahut Andre.
Dewi manggut-manggut, "Bentar, bangunin Salma dulu." Ujarnya sambil menutup pintu yang belum sempat ia tutup.
"Lah, kok pintunya ditutup? Katanya mau bangunin Salma." Deni menatap heran. Berbeda dengan Andre yang justru tersenyum.
Dewi terkekeh, "Tidur sama suaminya dia," ujarnya.
"Jago juga Rony ngebujuknya," tukas Andre.
"Ngambek karena gak ditemenin eh disusulin, gimana gak luluh abang-abang itu." Timpal Deni lantas tertawa.
Orang lain tahunya Salma merajuk karena masalah tidak ditemani pergi. Padahal ada hal lain di luar itu. Tapi bagus lah yang orang lain tahu hanya hal itu.
Dewi mengabaikan kedua laki-laki itu, memilih mengetuk pintu kamar persis di seberang kamar yang harusnya ia tempati bersama Salma.
"Lah kamar dia ini?" Tanya Deni sambil geleng-geleng kepala.
Dewi mengangguk sambil terus mengetuk pintu.
"Gila gila gila," tukas Deni. "Bucin banget si rocker satu itu."
Sementara di dalam kamar, sepasang manusia itu masih bergelung di bawah selimut. Menikmati momen saling memeluk lebih lama. Keduanya mendengar pintu kamar yang diketuk berulang kali, tapi enggan beranjak dari tempat tidur.
Bahkan Salma masih enggan sepenuhnya untuk membuka mata. Ia lelah dan masih mengantuk.
"Sana bukain pintunya," ucap Salma pelan dengan suara sedikit serak.
Bukannya menurut, Rony justru mengeratkan pelukannya. Membukakan pintu yang diketuk rasanya tidak terlalu penting ketimbang tetap memeluk Salma detik ini. Ia juga lelah.
"Sayang," rengek Salma. "Bukain pintu sana, berisik tau."
"Udah, biarin aja. Nanti juga pergi gara-gara gak dibukain pintu.
Salma mengembuskan napas, melepas tangan suaminya yang melingkari tubuhnya.
"Kamu mau aku yang bukain pintu?" Tanya Salma yang sudah dalam posisi duduk. Ia kesal karena tidurnya terganggu dengan suara ketukan pintu itu.
Rony sontak membelalakkan sepasang matanya, ia menatap Salma tajam. "Dengan kondisi kayak gitu mau bukain pintu?"
Pertanyaan Rony disambut anggukan oleh Salma. Sementara bibirnya berucap, "Makanya sana bukain pintu, aku mau lanjut tidur."
KAMU SEDANG MEMBACA
Menetap (sekuel Kembali) ON GOING
Fiksi Penggemar"Saat kamu kembali, semua cerita kembali dimulai." Kisal Sal dan Ron kembali berlanjut. Setelah banyak yang terlalui. Mereka kembali bersama. Seperti harapan mereka saat pertama menyadari ada rasa yang berbeda. Semesta berpihak, takdir mereka memang...