Empat Puluh Dua

1.2K 218 24
                                    

Salma tidak pernah menyangka hidupnya berjalan seperti yang saat ini ia jalani. Menikah dengan Rony, seseorang yang ia pikir tidak mungkin menjadi suaminya sekalipun ia ingin. Namun ternyata nama mereka memang sudah tertulis untuk menjadi pasangan hidup. Lalu Salma hamil, rasanya bahagia sekali. Hidupnya seakan berjalan sempurna. Menikah dengan seseorang yang memang ia inginkan lalu hamil. Tiap kali kontrol kehamilan, dokter selalu mengatakan kandunganya sehat, janin berkembang dengan baik. Tapi sekali lagi, alur hidup memang tak tertebak. Salma kehilangan anaknya. 

Sempat depresi karena kehilangan bayinya, merasa seakan dunia terhenti. Lalu Natali bersama Aluna hadir, mencoba mencari celah di antara rumah tangganya bersama Rony. Novi yang seakan lupa bagaimana menjadi teman yang baik, justru membantu Natali agar bisa menjadi orang ketiga. Sekarang fakta kalau Adela adalah penyebab ia kehilangan anaknya, seseorang yang ternyata berusaha merebut Rony darinya. Salma rasanya lelah menghadapi semua itu. Namun ia tahu, ia tidak boleh kalah.

"Katanya gak enak badan, kok nyusulin." Rony mengelus wajah Salma sementara tangan satunya memeluk pinggang istrinya itu. "Gak bilang-bilang lagi kalau nyusulin."

Salma tersenyum, "Emang kamu doang yang bisa tiba-tiba nyusulin pas aku lagi manggung."

Rony tergelak, ia ingat kalau dulu sering tiba-tiba muncul di ruangan backstage Salma. Tanpa bilang kalau ia menyusul ke lokasi konser. 

"Tapi kamu beneran gak apa-apa?"

Salma mengangguk, "Gak apa-apa."

"Badannya udah enakan?"

"Udah."

"Padahal kamu gak perlu nyusul, istirahat aja di rumah."

"Kamu gak seneng aku susulin?" Salma merengut.

"Seneng," Rony menyahut cepat. "Seneng banget malah."

"Yaudah, gak usah bawel bisa kan."

"Iya sayangku iya."

Salma tersenyum lebar sambil mengacungkan jempolnya lalu ia melepaskan diri dari pelukan Rony. Perempuan itu berjalan ke arah tempat tidur. Mendudukan dirinya di sana. Sesaat setelah sampai di bandara tadi, Salma menelpon Yuda - manajer Rony - meminta untuk dijemput.  Laki-laki yang sudah menemani Rony sejak awal karir itu menjemput Salma tanpa memeritahu Rony sesuai pesan Salma. Lantas mengantar Salma ke depan pintu kamar hotel Rony. Membuat Rony mematung sesaat, tidak menyangka Salma menyusulnya.

"Kamu tampilnya jam berapa?" Salma tersenyum ke arah Rony yang berjalan mendekat.

"Jam sembilan."

"Masih lama berarti ya." Komentar Salma mangut-mangut.

"Lumayan lah bisa tidur dulu."

"Tidur aja pikirannya," cibir Salma.

"Tadinya mau main game sih, tapi kamu dateng mending tidur gak sih."

Salma melotot, paham arti kalimat suaminya itu. 

"Matanya gak usah melotot juga kali," Rony tergelak. Seru sekali menggoda Salma. 

"Kamu gak ada GR emangnya?"

"Udah tadi," sahut Rony yang memilih duduk di samping Salma. Posisi mereka saat ini duduk bersisian dengan bersandar pada punggung ranjang. "Pas nyampe, dari bandara langsung ke lokasi buat GR biar cepet kelar terus bisa istirahat lebih lama. Nanti habis magrib baru berangkat."

"Detail banget sih ngejelasinnya," Salma terkekeh. Gemas mendengar penjelasan Rony.

"Biar gak ada pertanyaan lanjutan," sahut Rony. "Perlu aku ceritain tadi ketemu siapa aja?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menetap (sekuel Kembali) ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang