Dua

3.4K 274 14
                                    

Melihat Salma ada di rumah ini adalah kebahagiaan yang tidak ingin Rony tukar dengan apapun. Sekalipun untuk ada di tahap ini, sekujur tubuhnya penuh luka sebab jalan berliku yang harus dilewati. Sekalipun jalan itu penuh kerikil, penuh dengan duri di sisi kiri dan kanannya. Itu jauh lebih baik ketimbang jalan mulus tapi akhirnya bukan Salma yang ia temui.

Ini adalah hari ketiga mereka di rumah ini sebagai sepasang suami istri. Rumah ini akhirnya menemukan jiwanya. Rony masih ingat saat pertama ia memutuskan membangun rumah ini dengan segala pertaruhannya bersama takdir. Sebab saat itu adalah masa ia dan Salma saling menjauh dari kehidupan satu sama lain. Saat di mana tidak ada yang tahu kalau hari ini akan ada.

Membangun rumah ini dengan segala ingatan tentang Salma. Dalam tiap sudutnya, Rony membayang bagaimana pendapat Salma. Membayangkan apa yang Salma inginkan tentang sebuah rumah. Rumah ini ada sebab harapan Rony tentang Salma yang tidak pernah mati.

Lelaki itu duduk di teras belakang rumah ditemani kopi yang tadi dibuatkan Salma, juga pisang goreng yang masih hangat. Ia tersenyum, hari di mana ia bersantai sambil menikmati makanan dan minuman yang dibuatkan Salma sebagai istri akhirnya tiba. Rony bisa menikmati hari ini dengan bahagia yang penuh.

Omong-omong tentang Salma. Istrinya itu sedang sibuk memasak makan malam di dapur. Langit meredup, senja menjelang. Rony tadinya ingin duduk di meja makan sambil menonton Salma memasak. Tapi istrinya itu justru mengusirnya bersama secangkir kopi dan sepiring pisang goreng ke teras belakang rumah.

Padahal menonton Salma memasak, bagi Rony jauh lebih indah ketimbang warna jingga yang tumpah di langit saat sore hari. Seperti pemandangan yang tersaji di langit sana saat ini.

Salma dan segala tentangnya, bagi Rony adalah hal paling indah yang bisa ia miliki. Dan itu cukup.

Lelaki itu menarik napas dalam, kembali meraih cangkir kopinya. Kopi hitam buatan Salma akan jadi kopi favoritnya mulai saat ini. Di meja yang sama dengan kopi dan piring berisi pisang goreng, ada sebuah book note milik Rony. Beberapa saat yang lalu ia pergi ke kamarnya. Mengambil gitar dan book note. Bersantai sore sembari membuat lagu sepertinya akan menyenangkan.

Memetik gitar sembarangan, Rony mencoba menggali imaji. Perihal apa yang menarik untuk dijadikan sebuah lagu. Ingatannya melayang kemana-mana. Mengingat banyak hal. Mengingat apa saja yang sudah ia lihat selama ini. Mengingat segala hal yang ia temui dan ia rasakan. Mencari bagian menariknya untuk dijadikan sumber inspirasi.

Hingga ingatan Rony berhenti lama pada satu peristiwa. Pada satu masa di waktu yang telah lalu. Waktu di mana perjalanan bermula. Keputusan awal yang membawanya memulai perjalanan panjang sebagai seorang penyanyi profesional.

Audisi Idol, ajang yang ia ikuti berkali-kali dengan kegagalan yang selalu ia terima. Mempertaruhkan pekerjaan yang ia butuhkan. Memilih bertarung dengan segala ketidak pastian. Niatnya cuma satu, pembuktian pada diri sendiri. 

Lelaki yang sudah melewati seperempat abad itu mengembuskan napas pelan lalu ia tersenyum. Andai ia tidak nekat lebih memilih ikut audisi ketimbang masuk kerja hari pertama. Mungkin ia tidak akan bertemu Salma. Tapi semesta begitu baik menuntunnya untuk berani mengambil risiko.

Dan kali pertama Rony menangkap keberadaan Salma adalah sejak babak eliminasi. Bukan saat mereka mengobrol sambil menatap panggung impian mereka kala itu. Bukan saat mereka sudah bersisa dua puluhan peserta. Tapi sejak jumlah mereka masih ratusan. Rony menangkap sosok perempuan berkaca mata yang tampak cuek di antara ratusan peserta lain.

Namun saat itu takdir belum mengijinkan mereka untuk bertukar sapa. Seorang Rony yang tidak terbiasa dengan lingkungan baru lebih memilih diam dan memperhatikan Salma dari kejauhan. Hingga seseorang lain yang lebih dulu menyelami kehidupannya.

Menetap (sekuel Kembali) ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang