Dua Puluh Delapan

1.4K 253 49
                                    

"Salma baik-baik aja, Ron." Kalimat yang dikatakan Mitha, dokter yang selama setengah tahun ini menangani Salma, sedikit membuat Rony lega. Namun rasa khawatir itu masih mendominasi.

"Dia bisa diajak pulang kok, gak perlu dirawat." Dokter Mitha tersenyum mengatakannya. Perempuan yang usianya sudah mendekati kepala empat itu menepuk pundak Rony. "Dia tadi mau ngomong, katanya keinget waktu dia jatuh."

"Mungkin itu yang membuat Salma tiba-tiba pingsan..."

"Tapi Salma beneran baik-baik aja kan, Dok?" Belum selesain Dokter Mitha bicara, Rony langsung menyelanya. Ia benar-benar khawatir saat Salma tiba-tiba pingsan tadi, takut kondisinya kembali menurun.

Dokter Mitha mengangguk, "Salma bilang, dia tadi siang gak minum obat. Hal itu sepertinya mempengaruhi kondisi fisiknya. Saat kenangan traumatik itu terlintas, dia kembali shock terus pingsan. Tapi Salma baik-baik aja, dia udah mau membuka diri buat komunikasi. Itu perkembangan yang bagus."

Rony menghela napas lega, "Beneran bisa pulang?"

"Bisa," Dokter Mitha terkekeh setelah mengatakannya. "Pulang gih, mumpung belum terlalu malam."

Rony mengangguk. Ia ingin beranjak dari ruangan Dokter Mitha. Namun baru membuka pintu setengah, langkahnya terhenti. 

"Ron," ucapDokter Mitha. "Salma berhak tahu penyebab dia jatuh malam itu"

Rony mematung mendengar kalimat Mitha barusan. Kepalanya mendadak jadi berisik. Apa sudah saatnya ia menceritakan tentang apa penyebab Salma terjatuh malam itu? Apa Salma akan baik-baik saja setelah tahu? 

"Apa sudah saatnya, Dok?" Rony bertanya dengan suara pelan. Rasanya ia belum siap menghadapi reaksi Salma andai ia menceritakan yang sebenarnya.

Dokter Mitha mengangguk, "Kita jelasin pelan-pelan." Dokter Mitha mengatakannya sambil tersenyum meyakinkan.

"Tunggu saya yang siap buat cerita, Dok." Ucap Rony pelan. 

Kalimat itu diangguki oleh Dokter Mitha. Perempuan itu paham, dalam cerita mereka berdua, keduanya sama-sama terluka. Bukan hanya Salma yang terpuruk, Rony juga terluka. Hanya saja dalam sebuah hubungan harus ada satu pihak yang menjadi penguat saat hal buruk terjadi dan peran itu yang sekarang sedang diambil alih oleh Rony.

Dokter Mitha juga tahu, seberat apa beban Rony setengah tahun ini. Melindungi Salma dari segala hal. Bahkan melindunginya dari gempuran media yang penasaran atas apa yang terjadi.

Selama setengah tahun ini. Salma sama sekali tidak tercium media. Tidak ada satupun media yang berhasil membujuk Rony angkat suara. Juga tidak berhasil membuat sorot kamera mengarah ke arah Salma. Rony menutup celah pihak luar untuk tahu bagaimana kehidupan pribadinya. Semua ia lakukan demi menjaga mental Salma. Rony tidak ingin Salma mendapat tekanan apapun dari orang lain. Ia juga tidak ingin kondisinya menjadi tontonan orang-orang.

Selama setengah tahun ini juga, Rony menutup rapat satu rahasia dari Salma. Hal itu semata ia lakukan demi menjaga mental Salma agar tidak semakin terpuruk. Rony takut andai Salma tahu yang menjadi penyab dia terjatuh malam itu justru membuatnya makin terpuruk.

Ada banyak hal yang Rony takutkan. Tapi nanti saja dipikirkan. Sekarang ia harus menjemput Salma di ruang perawatan untuk ia ajak pulang.

Belum terlalu larut malam, mungkin Salma masih mau di ajak makan nasi bebek favoritnya.

"Hei sayangku," ucap Rony saat membuka pintu. Lelaki itu berjalan mendekati Salma yang duduk di atas ranjang.

"Ayo pulang, aku gak mau tidur di sini." Ucap Salma begitu Rony berdiri di depannya. 

Rony mengangguk, "Iya, kita pulang." Sahutnya lembut. "Pake jaketnya."

Rony memakaikan jaket lalu merapikan jilbab istrinya itu. "Ayo kita pulang," katanya sambil meraih tangan Salma ke dalam genggamannya.

Salma diam saja, membiarkan Rony menuntunnya meninggalkan rumah sakit. Salma belum ingin banyak bicara, ia masih betah dengan diamnya. Salma masih kesulitan mengeja tiap rasa sakit. Hingga ia kesulitan untuk mengekspresikannya. Beruntung Rony tidak memilih pergi. Setidaknya sampai detik ini.

Makan malam di luar sepertinya masih belum bisa direalisasikan malam ini. Rony lebih memilih langsung mengajak Salma pulang. Lebih baik mereka makan di rumah. Rony akan memasak nasi goreng untuk menu makan malam mereka kali ini. Salma juga sepertinya lupa dengan keinginannya makan di luar. Perempuan itu diam saja selama mereka di perjalanan pulang.

***

Ada satu kebiasaan yang Salma sembunyikan dari siapapun, termasuk Rony. Perempuan itu selalu terbangun di jam tiga pagi, bangun dalam keadaan tubuhnya berada dalam pelukan Rony. Salma tidak beranjak, ia diam sambil menatap wajah suaminya itu. Menikmati gurat wajahnya dalam diam, dalam sunyi.

Juga sambil mengenang bagaimana kehidupan mereka sebelum kejadian buruk itu terjadi. Sebab tiap kali ingatan Salma sampai pada bagian itu, air matanya luruh. Lalu ia jadi menahan suara tangisnya sebab tidak ingin membangunkan Rony. Jadi Salma lebih suka mengingat momen awal mereka menikah dan masa awal kehamilannya.

Merawat kenangan, itu yang Salma lakukan tiap malamnya.

Perempuan itu masih takut mengajak suaminya bicara. Terlalu banyak rasa takut yang ia punya. Termasuk takut memberitahu perihal teror-teror yang ia terima sebelum peristiwa ia terjatuh dari tangga, juga teror yang kembali ia terima akhir-akhir ini. 

Salma memang tidak membuka sosial media apapun selama setengah tahun ini. Tapi bukan berarti komunikasinya dengan dunia luar terputus. Pesan-pesan aneh itu kembali ia terima. Kalau dulu lewat pesan direct massage, kali ini lewat pesan whattapps. Entah dari mana orang itu mengetahui nomor ponselnya yang jelas sudah seminggu terakhir pesan-pesan aneh itu kembali Salma terima.

Dua teror yang ia terima di waktu yang berbeda namun serupa, membuat Salma merasa ada hal aneh yang sudah terjadi. Hanya saja ia masih takut bicara. Rasa bersalah itu masih mengikat dirinya terlalu kuat hingga ia takut akan reaksi yang akan ia terima dari orang sekitar. Terlebih reaksi Rony. Salma takut Rony marah, Salma takut Rony kecewa, Salma takut Rony sedih. 

Perempuan itu menarik napas dalam-dalam, ia tenggelamkan dirinya dalam pelukan Rony. Hanya di saat seperti ini ia bisa memeluk Rony tanpa rasa takut. Lalu Salma memejamkan matanya, sementara bibirnya mengucap kata maaf sembari menyebut nama Rony.

"Rony maafin aku, maafin aku yang gak bisa jagain anak kita di dalam perut aku."

Kalimat yang tanpa Salma sadari selalu Rony dengar tiap malamnya, suara tangis yang tanpa Salma tahu selalu Rony dengar tiap malamnya.

Bagaimana enam bulan ini berjalan, keduanya serupa manusia yang merasa berhasil menyembunyikan rahasia. Padahal nyatanya tidak.

Rony tahu isi ponsel Salma. Itu yang membuat Rony tidak ingin berjauhan dari istrinya. Ia takut hal buruk kembali terjadi. Sementara Salma tahu, selama ini Rony tidak benar-benar tidur saat ia menangis dan mengucap kata maaf.

***

Note :

Hai, bub. Ketemu lagi kita. Semoga seneng ya ketemu tiap hari sama cerita ini.

Kira-kira teror apa ya yang Salma terima? Dan apa yang Rony ketahui tapi ia rahasiakan dari Salma?

Agak kaget gak kalian tiba-tiba ceritanya jadi gini? 😂

Pokoknya temenin sampai ceritanya balik jadi full sweet lagi yaaa.

See you di next part.

Happy reading :)

Menetap (sekuel Kembali) ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang