Tiga Belas

1.9K 200 10
                                    

Pelukan itu terlalu hangat untuk diurai, hingga keduanya masih memilih saling mendekap. Pukul satu dini hari tadi akhirnya Salma dan Rony sampai di rumah mereka. Sekarang sudah pukul dua, lima belas menit lalu mereka selesai berganti pakaian dan membersihkan diri. Selama lima belas menit berada di atas tempat tidur, keduanya saling mendekap tanpa seorangpun berniat melepaskan.

Rasanya sudah banyak waktu terbuang akibat jarak yang selama ini memisahkan. Jadi sekarang, terlebih saat sedang berduaan mereka akan memilih saling memeluk. Setelah menikah mereka tidak pernah berjauhan selain urusan pekerjaan. Itupun tidak bisa lama. Baik Salma maupun Rony, saat ada pekerjaan di luar kota.  Malamnya tampil besok paginya pasti segera pulang. Tidak berniat untuk sekadar bersantai untuk menikmati suasana di kota tersebut. Pulang rasanya jauh lebih menyenangkan. Terlebih bagi Rony.

Lelaki itu pernah tidak menginap saat manggung di luar kota. Saat selesai manggung, ia langsung pergi ke bandara untuk langsung kembali ke Jakarta. Membuat manajer dan tim yang lain geleng-geleng kepala melihat tingkahnya.

Bahkan saat sampai di rumah tengah malam, Salma yang membukakan pintu terheran-heran menatap suaminya itu.

"Kok kamu pulang, sih?" Tanya Salma sambil ikut membantu Rony membawa sebagian barang bawaannya.

"Kangen kamu," jawaban Rony yang sontak membuat pipi Salma memanas.

"Ngaco," sahut Salma sambil menahan senyum.

"Hallah," ucap Rony. "Tadi siapa yang nelpon sambil nangis."

Sekitar dua jam sebelum Rony tampil, Salma memang menelpon suaminya itu. Bilang kalau ia kangen dengan suara yang pelan seperti menahan tangis.

"Sayang, kamu nangis ya? Kenapa?" Pertanyaan yang justru membuat Salma tidak bisa lagi menahan tangisnya.

Hal yang membuat Rony segera meminta dibelikan tiket untuk kembali ke Jakarta malam itu juga seusai ia tampil.

Salma nyengir,"Tapi kan gak minta kamu pulang." Ucapnya.

"Tapi aku khawatir," ucap Rony sambil mengusap puncak kepala Salma. "Aku bersih-bersih dulu ya, kamu jangan tidur duluan. Tungguin."

Salma mengangguk-angguk sambil tersenyum, serupa anak kecil. Membuat Rony gemas hingga lelaki itu tidak tahan untuk tidak meninggalkan kecupan di kening istrinya itu sebelum masuk ke dalam kamar mandi.

Itu hanya salah satu momen lucu yang terjadi di pernikahan mereka yang baru tiga bulan. Salma dan Rony terlalu tidak bisa berjauhan. Kadang membuat tim mereka pusing sendiri karena harus mengatur waktu kepulangan yang lebih awal. Kalau Rony pulang lebih dulu, itu bukan masalah. Lelaki itu bisa pulang sendirian. Tidak masalah. Tapi kalau Salma tidak mungkin dibiarkan pulang sendiri. Selain berbahaya, Rony dipastikan akan mengamuk. Jadi mau tidak mau, semuanya mesti pulang lebih cepat.

"Tidur, sayang." Ucap Rony yang sudah memejamkan mata saat ia merasakan usapan di dadanya.

"Ini juga mau tidur ih."

"Ya tangannya diam, matanya merem." Tukas Rony saat ia membuka mata dan nyatanya sepasang mata Salma masih terbuka.

"Iya ih, bawel." Dengus Salma. Tangannya sudah kembali diam dengan sepasang matanya yang ia pejamkan. Salma menggeliat, mencari posisi ternyaman namun masih dalam dekapan Rony.

"Sayang," ucap Salma yang tidak sampai lima menit memejamkan mata kembali membuka matanya. Ia tatap wajah suaminya itu.

"Ehm..."

"Salah gak kalau aku kepikiran?" Sedikit takut akhirnya Salma mengutarakan apa yang membuatnya gelisah sejak pulang dari acara penghargaan tadi.

"Kepikiran apa?" Rony balik bertanya, matanya masih terpejem. Jujur saja, Rony sudah sangat mengantuk.

Menetap (sekuel Kembali) ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang