Pagi-pagi sekali, bahkan matahari belum menampakan sinarnya. Dua orang laki-laki sudah duduk di teras belakang sebuah rumah. Di meja kecil yang menjadi pembatas tersaji dua gelas kopi yang masih mengepul. Juga sepiring pisang goreng yang masih panas. Kedua orang itu nampak serius berbincang.
Suasana seperti ini seolah dejavu, sama seperti suasana lebih dari dua tahun lalu. Saat pertama kali Rony berkunjung ke rumah orangtua Salma. Meminta ijin untuk menikah. Pagi-pagi mereka mengobrol, ayah Salma yang memberikan banyak pesan agar Rony terus menemani putrinya bagaimanapun keadaannya, sesulit apapun perjalanannya. Pesan yang masih Rony ingat sampai detik ini.
"Akan ada masa kamu lelah mencintai Salma. Begitupun sebaliknya. Itu bukan sesuatu yang salah. Kadang kita bahkan lelah dengan diri kita sendiri. Tapi pesan papa, kalau kamu lelah menyayangi Salma, ingat bagaimana perjalanan kalian untuk bisa bersama. Ingat lagi bagaimana dulu kamu begitu menyayangi dia, begitu ingin hidup bersama."
"Kalau kalian ada masalah apapun kedepannya, ingat semua hal yang kalian lalui. Ingat bagaimana bahagianya waktu awal kalian akhirnya bisa bersama. Ingat seperti apa perasaan kalian saat berjauhan."
Rony menghela napas, entah apa mau takdir menyajikan kerumitan seperti ini bagi rumah tangganya bersama Salma. Rony memang lelah, namun ia tidak memilih menyerah. Lelaki itu hanya perlu diyakinkan. Hal itu yang ia perlukan saat ini. itulah kenapa ia meminta orangtua Salma untuk datang berkunjung.
"Rony gak ada niatan nyerah, Pa." Ucap Rony.
Ayah Salma mengembuskan napas perlahan, ia tahu masalah yang Rony dan putrinya hadapi tidak sesederhana itu. Lelaki itu paham betul. Jujur saja, saat Rony menelpon kemarin dan berkata kalau dia lelah. Hati ayah Salma sedikit khawatir. Khawatir menantunya itu menyerah pada keadaan. Hal yang paling ia takuti.
"Papa ngerti kamu capek, tapi mau secapek apapun jangan nyerah ya, Ron."
"Enggak kok, Pa."
"Papa tahu banget gimana sayangnya anak papa ke kamu. Dari dulu. Bahkan ke Kelvin pun yang dulu sempet tunangan sama dia waktu itu, papa gak lihat dia sebahagia waktu ketemu lagi sama kamu. Sama kamu Salma jauh lebih bahagia, jadi jangan nyerah sama anak papa ya."
Saat mengatakan hal itu, hati ayah Salma merasa sesak. Kehilangan anak pertamanya saja sudah membuat Salma sehancur itu, apalagi kalau sampai kehilangan suaminya. Ayah Salma bahkan takut membayangkan hal itu. Hancurnya seorang anak adalah mimpi buruk bagi orangtua.
"Aku sayang banget sama Salma, pa." Ucap Rony pelan, ia menatap lurus ke depan. "Keadaan hampir setahun ini lama-lama emang bikin aku capek, pa. Maaf karena aku minta tolong sama papa juga mama."
"Gak apa-apa, papa ngerti keadaan ini sulit buat kamu. Papa cuma titip satu hal ke kamu, jangan nyerah."
Rony mengangguk, "Iya, pa." Katanya.
"Kata dokter keadaan Salma gimana?" Tanya lelaki itu sambil mengangkat gelas kopinya. Ada satu hal yang mengganggu pikirannya sejak tiba kemarin.
"Jauh lebih baik, kata dokter Mitha tiap Salma habis konseling, hasilnya bagus. Salma udah mau diajak komunikasi, udah mau ceritaiin apa yang dia rasain juga."
"Kemajuan yang bagus dong," kata ayah Salma sembari menoleh kearah menantunya. "Kemarin juga ngobrol banyak sama mama, sama papa juga. Bikin papa jadi bingung kenapa kamu tiba-tiba nelpon minta papa sama mama ke sini kalau keadaan Salma membaik."
Rony tersenyum masam, ia hembuskan napas sebelum bicara. "Sama orang lain dia emang mau diajak ngobrol tapi sama aku dia masih diam. Aku juga gak ngerti salahnya di mana."
"Mungkin dia masih takut ngomong sama kamu, sabar sebentar lagi ya. Papa yakin dia bakal ngomong banyak sama kamu. Kamu suaminya, sebanyak apapun yang bisa Salma ceritakan ke papa atau mamanya, tetap kamu yang paling dia butuhkan." Ayah Salma menepuk-nepuk pundak Rony. Lelaki itu tersenyum meyakinkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menetap (sekuel Kembali) ON GOING
Hayran Kurgu"Saat kamu kembali, semua cerita kembali dimulai." Kisal Sal dan Ron kembali berlanjut. Setelah banyak yang terlalui. Mereka kembali bersama. Seperti harapan mereka saat pertama menyadari ada rasa yang berbeda. Semesta berpihak, takdir mereka memang...