Tiga Puluh Empat

1.6K 266 109
                                    

Kondisi Salma makin hari semakin stabil, perempuan itu juga sudah tidak pernah lagi melamun sendirian. Konseling terakhir selasa kemarin juga berjalan baik. Bahkan dokter Mitha sumringah melihat Salma yang tidak lepas dari senyuman. Mendampingi Salma dari awal hingga di konseling terakhir, membuat dokter Mitha merasa lega. Perempuan itu selalu merasa bahagia saat setiap pasien yang ia tangani mampu pulih dari kondisi terburuk mereka.

"Bahagia terus ya, Sal." Ucap dokter Mitha saat sesi konseling selesai. "Sepertinya sesi konseling kita bisa mulai dihentikan, tapi kapanpun kamu perlu saya. Saya usahakan ada  buat kamu."

Salma tersenyum menatap perempuan dihadapannya, "Terima kasih banyak ya, dok. Aku bersyukur ditangani sama dokter sebaik dokter Mitha."

"Sama-sama," dokter Mitha meraih tangan Salma untuk ia genggam. "Janji sama saya, kamu harus baik-baik aja. Kalau ada masalah cerita, jangan dipendam sendiri ya."

Salma tersenyum, membalas genggaman tangan dokter Mitha. "Iya, dokter Mitha tenang aja."

Dokter Mitha mengembuskan napas perlahan, perempuan itu tersenyum. "Saya tunggu kamu balik nyanyi."

Salma terkekeh mendengarnya, "Iya, dok. Siap."

"Ingat pesan saya," dokter Mitha sedikit memajukan posisi duduknya agar lebih dekat dengan Salma. Bibirnya melengkung mencipta sebuah senyuman. "Jangan pernah lepasin Rony, dia suami yang baik."

Salma mengangguk berkali-kali, "Aman kalau soal itu." Katanya lalu tergelak.

Begitulah obrolan terakhir Salma bersama dokter Mitha sebelum pulang. Konseling di hari itu Salma tidak lagi diberi resep obat. Setelah sebelumnya dosis obatnya dikurangi sedikit demi sedikit. Kemajuan pesatnya selama dua bulan ini membuat Salma tidak perlu lagi obat untuk membantunya tenang.

Salma tersenyum sendiri mengingat obrolan dengan dokter Mitha kemarin. Salma benar-benar merasa jauh lebih baik. Kehidupannya perlahan mulai berjalan normal. Saat ini ia sedang sibuk memasak di dapur. Menyiapkan makan siang untuknya juga Rony. Saat makanan sudah siap sepenuhnya, ia tinggal memangil Rony yang sedang sibuk di studio. 

Tentang studio musik, Salma belum sempat melihat-lihat bagian dalam studio itu. Selama ini Salma tahu perihal studio musik di samping rumah mereka, hanya saja kondisinya yang belum stabil membuat Salma tidak menyadari kalau itu adalah studio yang pembangunannya Rony rencanakan bersamanya. Belakangan baru ia tahu kalau itu adalah studio musik yang dulu saat awal pembangunannya ada andil dirinya. Salma senang akhirnya studio musik yang dulu menjadi impiannya juga Rony bisa terwujud. 

Walaupun di dalam rumah mereka juga sudah ada studio yang dulu Rony bangun. Tapi mempunyai sebuah bangunan yang memang dibuat khususkan untuk proses kreatif sebagai musisi adalah mimpi mereka berdua. Studio sekaligus kantor untuk label yang mereka rintis.

Salma jadi rindu bernyanyi. Perempuan itu kembali tersenyum sambil memasak. Beruntung kemampuannya memasak tidak memudar. Sebentar, Salma terdiam di tempatnya berdiri. Bagaimana dengan kemampuannya bernyanyi? Apa ia masih bisa bernyanyi seperti dulu? Salma mendadak merasa takut.

Saat makan siang nanti ia harus membicarakannya dengan Rony. Ia harus kembali melatih kemampuannya bernyanyi dan Rony harus membantunya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul satu siang saat Rony berniat untuk kembali ke rumah. Ia tahu Salma sedang memasak sebab beberapa waktu lalu istrinya itu mengabarinya agar tidak perlu memesan makanan untuk makan siang. Sudah beberapa hari ini Rony tidak pernah lagi membeli makanan di luar. Salma kembali senang memasak. Perlahanan kehidupannya kembali seperti dulu. 

"Gua balik dulu ya, Ul." Ucap Rony sambil menatap Paul yang hari ini memang ada jadwal ke studio. "Nat, duluan ya. Salma udah nungguin." Rony beralih menatap Natali yang duduk tidak jauh darinya.

Menetap (sekuel Kembali) ON GOINGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang