Guys, karena aku lagi happy, so this is special chap 3 dipublish lebih awal wkwk hope you enjoy it! See you tomorrow!
***
Thea sudah terlalu nyaman menyadari dirinya hidup dalam bubble-nya sendiri. Sejak kecil, Thea sudah terbiasa sendiri. Kedua orang tuanya mengajarkannya untuk hidup mandiri. Makanya ketika tidak ada orang yang mau berteman dengannya semasa sekolah, Thea merasa biasa saja. Thea meyakinkan diri bahwa dia bisa melakukan semuanya sendiri. Hal itu terus berlanjut sampai dirinya masuk dunia kuliah. Masih sama seperti dulu, Thea tidak mempunyai teman.
Setiap ada jadwal, Thea hanya akan datang ke kampus, mengikuti kelas, bertanya pada dosen jika ada materi yang kurang dipahaminya, pergi ke perpustakaan jika membutuhkan beberapa referensi, lalu pulang. Kesehariannya memang monoton, tapi Thea menikmati itu. Lebih tepatnya Thea sudah terlalu nyaman dan terbiasa sehingga tidak ada satu hal pun yang ingin dirinya ubah.
"Aku ingin kau datang di pesta ulang tahunku."
Thea dibuat mengernyit saat melihat Caroline—gadis yang diketahuinya sebagai orang yang sekelas dengannya, tiba-tiba berdiri di hadapannya. Thea yang awalnya berniat pulang langsung urung. Dia menatap Caroline dengan sebelah alis terangkat.
"Kau harus datang atau aku akan mengadu pada orang tuamu," lanjut Caroline yang membuat alis Thea semakin terangkat. Bingung mengapa gadis di hadapannya mengancamnya seperti ini. Hal yang Thea ingat sebenarnya Caroline adalah putri dari salah satu rekan bisnis ayahnya. Dia juga ingat gadis itu senang berdrama. Maka tidak menutup kemungkinan Caroline bisa benar-benar mengadu.
Thea tidak sedang ingin membuat keributan apapun, makanya dia hanya mengangguk singkat. Nanti dia akan datang kemudian menyerahkan kado pada Caroline kemudian pulang. Jika gadis itu memaksa dirinya untuk tinggal, Thea akan diam sebentar kemudian menyelinap pergi tanpa diketahui. Dia akan bisa melakukan itu dengan mudah.
Sayangnya, rencana Thea ternyata tidak berjalan mulus. Memang sikap gadis itu persis dengan yang sudah dibayangkannya. Hanya saja Caroline menambahkan ancaman lain sekarang.
"Satu jam. Kau harus ikut pesta ini minimal selama satu jam. Jika kurang, aku akan mengadu pada orang tuamu. Ingat, aku pasti tahu kalau kau kabur, Theala Reighton."
Seharusnya Thea tidak takut dengan ancaman gadis itu, tapi entah mengapa dia malah berdiam di sana seperti yang Caroline minta. Duduk di kursi paling pojok untuk menghindari banyak orang yang hadir dan sebagian besar tidak dikenalnya. Juga menghindari lampu kerlap-kerlip yang membuatnya semakin pusing. Thea tidak melakukan apapun. Dia hanya duduk diam dengan pandangan lurus ke depan memperhatikan orang-orang yang sibuk meliukkan tubuh di lantai dansa.
Entah berapa lama waktu berlalu, tapi Thea mulai merasa pusing. Terutama saat menyadari orang yang datang semakin banyak. Kepalanya terasa berputar melihat lautan manusia sebanyak itu. Akhirnya Thea memutuskan untuk beranjak ke toilet sejenak untuk mencuci wajahnya dan sedikit menenangkan diri. Menurutnya toilet adalah opsi yang tepat sekarang karena keadaannya pasti sepi.
Mulanya begitu, tapi sepertinya Thea harus menarik ucapannya saat melihat pemandangan di depannya saat dia baru saja membuka pintu toilet.
"Ahh... more, please!"
Suara desahan seorang perempuan bukanlah hal yang pernah Thea bayangkan akan didengarnya saat memasuki toilet. Hal itu cukup mengejutkan, tapi lebih mengejutkan saat Thea bisa melihat dengan jelas siapa pelakunya. Rayden dan kekasihnya. Keadaan mereka sudah cukup berantakan. Kemeja Ray sudah terbuka dan rambutnya begitu acak-acakan. Kekasihnya tidak jauh berbeda. Sebelah cup bra-nya bahkan sudah terbuka menampilkan salah satu bagian privatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Baby's Breath
Romance"Kenapa aku harus menikahi Theala?" "Karena kau pernah membuatnya menangis?" "Apa?" Rayden memandang sang ayah dengan pandangan bingung. Tidak mengerti apa korelasi dirinya yang pernah membuat Theala menangis dengan keharusan untuk menikahi gadis it...