Prang
Pagi Ray dikejutkan dengan suara benda terjatuh yang cukup nyaring. Ray yang masih tertidur langsung terlonjak kaget, terutama setelah menyadari Thea ada di sampingnya. Tubuhnya langsung bangkit dan membuka pintu kamar dengan kasar.
"THEALA!"
Ray berlari panik menuju dapur dan terkejut luar biasa saat melihat Thea yang terduduk di lantai dekat meja makan. Kepanikannya bertambah melihat darah yang mengalir di sela kaki sang istri. Air matanya tanpa sadar turun begitu saja melihat tubuh Thea yang berangsur lemas. Bahkan tersulit untuk mengatakan sesuatu. Tanpa menunggu lama, Ray langsung mengambil kunci mobil dan membawa Thea ke rumah sakit dengan kecepatan maksimal.
Demi Tuhan, Ray seperti tidak menapak di bumi. Kejadian pagi ini terlalu mengejutkannya. Dia bahkan datang ke rumah sakit masih dengan memakai piyamanya dan wajah yang masih sayu khas bangun tidur. Kini terlihat sedikit sembab akibat tangis yang turun tanpa bisa dicegah. Padahal belakangan ini Ray sudah senang karena Thea tidak pernah mengalami relaps sama sekali semalam beberapa bulan. Namun, kesenangan itu nampaknya harus berakhir. Terutama setelah mendengar perkataan dokter setelahnya.
"Kami harus melakukan operasi sekarang."
Ray mungkin akan terjatuh jika kedua orang tuanya tidak datang dan menahan tubuhnya. Dia sudah tidak bisa merasakan apapun lagi. Hanya satu hal yang kini ada di dalam kepalanya. Dia ingin Thea selamat bagaimanapun caranya.
"Semuanya akan baik-baik saja, sayang."
Ray ingin percaya pada apa yang diucapkan sang ibu, tapi kadang kala kepercayaan diri saja tidak cukup. Ekspektasi tidak akan selalu terwujud. Terkadang, terjadi sesuatu yang di luar kendali dan sebanyak apapun kita tidak menginginkannya, tidak ada yang bisa kita lakukan selain menerima semuanya. Seperti Ray yang pada akhirnya harus menerima bahwa Thea berakhir mengalami koma.
Thea mengalami pendarahan hebat dan entah apa jelasnya Ray tidak bisa memahami dengan baik. Hanya saja yang dia ketahui kondisi Thea tiba-tiba saja memburuk. Dokter bilang jika sadar nanti pun perlu dilakukan pemeriksaan khusus karena memang hal ini terjadi secara tidak terduga. Sebelumnya pun kondisi Thea masih baik-baik saja. Namun, seperti peringatan dokter di awal bahwa perkembangan penyakit Thea memang sulit diprediksi
Hal yang pada akhirnya membuat Ray begitu frustasi. Jika sudah seperti ini, Ray tidak mengerti apa yang harus dia lakukan sekarang.
*
"Kau tidak akan melihat bayimu hm? Kau harus tahu dia sangat cantik."
Ray tidak menjawab pertanyaan sang ibu dan tetap hanya duduk diam sambil menggenggam tangan Thea. Katakan saja Ray jahat, tapi semenjak bayi itu lahir sampai sekarang—yang artinya sudah terlewat tiga hari, Ray belum melihatnya sekalipun. Hal yang dia lakukan hanya berdiam di ruangan Thea berharap istrinya itu akan segera bangun.
"Jangan seperti ini, sayang. Thea tidak akan suka." Ray sedikit berbalik saat kini suara ibu mertuanya yang terdengar. "Thea sangat menyayangi bayinya. Mama pikir kau pasti akan lebih paham tentang itu. Mama paham kau sangat bersedih, tapi itu tidak berarti kau harus mengabaikan bayi itu. Keadaan Thea sekarang bukan salahnya. Dia tidak tahu apa-apa." Ray terdiam saat mendengar itu. Tidak tahu harus merespon seperti apa. "Bayangkan ibunya sedang koma dan ayahnya belum melihatnya sama sekali. Dia mungkin akan bersedih."
Ray suka bayi?
I like the baby.
We are so proud of you, Papa.Ray tanpa sadar menangis saat berbagai perkataan Thea menggema dalam kepalanya. Semakin menangis saat sang ibu memeluknya dengan erat. Ray hanya tidak mengerti mengapa semuanya harus berujung seperti ini. Bukan berarti dia membenci anaknya sendiri, hanya saja hal yang memenuhi pikirannya beberapa hari ini hanya Thea, Thea, dan Thea. Tidak ada ruang untuk memikirkan yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby's Breath
Romance"Kenapa aku harus menikahi Theala?" "Karena kau pernah membuatnya menangis?" "Apa?" Rayden memandang sang ayah dengan pandangan bingung. Tidak mengerti apa korelasi dirinya yang pernah membuat Theala menangis dengan keharusan untuk menikahi gadis it...