"Kau ini sangat otak kriminal sekali!"
Ray tidak menanggapi ucapan sang ayah dan malah sibuk meminum jus jambu di hadapannya. Pagi tadi Thea sudah diperbolehkan pulang. Ray sempat menemaninya di apartemen sampai Thea tertidur pulas setelah minum obat. Dia memilih pergi sebentar ke rumah setelah mendapat panggilan dari sang ayah.
Papa berkata bahwa Lindsay sudah ditangkap polisi dan sempat menjalani perawatan. Penyebabnya tentu saja karena malam itu Ray benar-benar merealisasikan ucapannya untuk membalas dendam. Persetan dengan Lindsay adalah seorang perempuan dan tidak seharusnya dia menyakitinya. Salah siapa menyakiti Thea lebih dulu.
"Dia mengancam akan balik menuntutmu." Ray memutar bola matanya malas. Dia tidak takut dengan itu. Lindsay pasti hanya menggertak. Jikapun iya, Ray akan balik menyerang perempuan itu dengan sesuatu yang lebih mengerikan.
"Enough about her, Papa. Silakan lakukan apapun padanya setelah ini. Hanya saja pastikan dia akan lama di penjara," ujar Ray karena sudah malas membahas Lindsay dan antek-anteknya itu. Mereka adalah segolongan perempuan gila yang menaruh iri dengki tanpa alasan yang jelas pada Thea. Kurang kerjaan sekali.
"Sekarang aku punya pertanyaan lain yang lebih penting."
"Apa?" Sang ayah menjawab tenang sambil menyesap kopinya.
"Beritahu aku, apa alasan aku dan Thea dijodohkan," ujar Ray sambil menatap sang ayah dengan ekspresi serius. Ray merasa sangat butuh jawaban sekarang. Kenyataan orang tua Thea yang mengetahui semua perbuatannya selama ini membuat Ray merasa ada sesuatu yang ganjal.
Dulu Ray pernah beranggapan bahwa mereka adalah orang tua yang sangat sibuk dan tidak perhatian pada Thea sehingga lebih memilih menjodohkannya dengan orang lain untuk melepaskan tanggung jawab. Apalagi saat mereka diminta tinggal bersama. Ray jadi punya prasangka yang buruk karena itu. Namun, saat seminggu lebih Thea dirawat di rumah sakit kemarin, Ray tahu prasangkanya salah. Dia bisa melihat bagaimana keluarga Thea hidup dengan baik dan saling menyayangi. Ray bisa melihat itu dengan jelas. Mereka semua sangat menyayangi Thea.
Hanya saja itu membuat Ray semakin tidak mengerti. Ray pikir tidak akan ada orang tua yang rela menyerahkan anaknya untuk hidup dengan lelaki yang seperti dirinya ini. Maksudnya, setelah dipikir sekarang, orang tua Thea sepertinya bisa mendapatkan menantu yang lebih baik dibanding dirinya. Seseorang dengan kepribadian yang lebih baik dan tentunya bisa menjaga Thea dengan baik tanpa harus menyakiti dan melukainya, seperti yang dilakukannya selama ini.
Ah, memikirkan tentang itu, Ray sudah siap menerima amarah keluarga Thea jika mereka tahu semua perbuatannya selama ini. Meski Ray sangsi karena nampaknya Thea bukan orang yang senang mengadu.
"Karena kau pernah membuat Theala menangis."
"Apa?" Ray memandang sang ayah dengan tatapan tidak mengerti. Jawaban Papa terasa tidak masuk akal baginya.
"Kau pernah menanyakan hal serupa dan jawaban Papa tetap sama, Rayden."
Kalimat itu membuat Ray terdiam. Otaknya kemudian memutar kilasan kejadian di masa lampau. Saat dulu dirinya baru memasuki sekolah menengah atas dan mempertanyakan hal tersebut. Kala itu Ray sudah paham bahwa dirinya dan Thea terikat dalam sebuah status pertunangan. Hanya saja Ray tidak mengerti alasannya. Lebih tidak mengerti saat pertemuan keluarga besar semuanya malah membahas pernikahannya dengan Thea. Padahal saat itu mereka baru tujuh belas tahun.
Ray berubah kesal karena itu dan akhirnya saat pulang ke rumah langsung mencecar sang ayah dengan sebuah pertanyaan.
"Kenapa aku harus menikahi Theala?"
"Karena kau pernah membuatnya menangis."
"Apa?"
Ray memandang sang ayah tidak mengerti. Pikirnya adalah apa korelasi dia yang pernah membuat Thea menangis dengan keharusan mereka menikah? Tidak masuk akal.

KAMU SEDANG MEMBACA
Baby's Breath
Romansa"Kenapa aku harus menikahi Theala?" "Karena kau pernah membuatnya menangis?" "Apa?" Rayden memandang sang ayah dengan pandangan bingung. Tidak mengerti apa korelasi dirinya yang pernah membuat Theala menangis dengan keharusan untuk menikahi gadis it...