Baby's Breath 10

253 33 2
                                    

Ray menatap Thea yang berdiri di hadapannya dengan pakaian rapi pagi hari ini. Setelah beberapa hari mendapati Thea yang entah mengapa selalu bangun siang, hari ini Ray bisa mendapati gadis itu yang bangun pagi seperti dulu. Thea bahkan kembali memasak sarapan untuknya.

"Aku sudah sembuh."

"Lalu?" tanya Ray dengan sebelah alis terangkat. Setelahnya dia berlalu melewati Thea menuju kulkas untuk mengambil air dingin.

"Aku mau ke kampus hari ini."

"Aku tidak mengizinkan."

"Kau tidak berhak melarangku."

"Tentu saja aku punya hak. Aku tunanganmu."

Ray membalikkan tubuhnya sehingga kini mereka bisa kembali berhadapan. Dua minggu belakangan Ray memang tidak mengizinkan Thea pergi ke kampus. Sama seperti dulu, Ray berubah menjadi orang yang rajin untuk sementara agar bisa mengajarkan semua materi kuliah pada Thea.

Selama dua minggu ini juga Ray menghindari Lin. Lebih tepatnya dia menolak semua ajakan sang kekasih untuk bermain atau sekedar mampir ke apartemennya. Sepertinya itu membuat Lin kembali merajuk karena sudah empat hari Lin tidak lagi menghubunginya. Anehnya Ray juga merasa biasa saja dan tidak melakukan apapun untuk memperbaiki hubungan mereka.

Entahlah, Ray tidak tahu apa yang salah. Namun, semenjak pertengkaran mereka di pesta tempo hari, hubungan mereka terasa hambar. Selalu ada saja hal-hal kecil yang Lin permasalahkan membuat Ray risih. Dia merasa Lin sedikit berubah dan membuatnya tidak nyaman.

Mungkin karena itu dan hal-hal lain yang tidak bisa dijelaskan, hubungan mereka berubah senyap begitu saja. Menyadari itu Ray tidak merasa terganggu dan membiarkan saja. Dia malah lebih fokus untuk membantu Thea agar cepat sembuh. Dia sempat kembali mencoba bertanya apa yang terjadi, tapi jawaban Thea sungguh membuat jengkel.

"Aku lupa." Begitu katanya. Sekarang Ray curiga mungkin Thea sungguhan mengidap amnesia.

"Diam saja sampai akhir minggu ini. Minggu depan kau boleh ke kampus lagi."

"Rayden—"

"Aku tidak menerima penolakan. Kau tahu, aku bisa mengadu pada ayahmu." Ray kembali mengeluarkan ancaman. Namun, tampaknya kali ini Thea tidak terpengaruh.

"Silakan. Kau hanya menggertak. Aku tidak takut."

Bibirnya mengulas senyum miring mendengar itu. Nampaknya Thea menganggapnya hanya bermain-main.

"Menggertak? Aku akan menghubungi ayahmu sekarang juga," ujar Ray sambil merogoh ponsel di saku celananya. Dia bisa melihat mata Thea yang sedikit melotot. Namun, Ray memilih tidak peduli dan benar-benar menghubungi ayah gadis itu.

"Ray—"

"Rayden? Kau kah itu? Kenapa menelpon pagi-pagi begini? Apa ada sesuatu?"

Ray sengaja membuat panggilan itu dalam mode loudspeaker agar Thea dapat mendengarnya.

"Aku hanya ingin memberitahu bahwa—"

Ray menahan tawa saat Thea tiba-tiba saja merebut ponselnya dan membawanya pergi menjauh. Pandangannya memperhatikan Thea yang kini berdiri di dekat jendela dan berbincang dengan ayahnya. Entah apa yang mereka bicarakan. Ray tidak mau ikut campur dan memilih duduk di meja makan sembari memakan anggur.

Tidak lama Thea kembali dan meletakkan ponsel itu dengan sedikit kasar ke atas meja. Ray bersikap seolah tidak terganggu dan tetap asyik menikmati anggur di hadapannya.

"Aku tidak akan ke kampus hari ini."

"Gadis pintar," jawab Ray sambil mengulurkan sebutir anggur ke arah Thea. "Aaa~~~" Ray menahan tawa melihat Thea yang memasang ekspresi bingung, tapi tidak lama langsung melahap anggur itu.

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang