Baby's Breath 16

118 18 8
                                    

Harapan Ray untuk memiliki hubungan yang lebih baik dengan Thea nampaknya mulai terwujud. Setiap hari mereka akan berangkat dan pulang ke kampus bersama. Makan siang pun juga seperti itu. Meski selebihnya tidak ada interaksi berarti yang terjadi. Namun, semuanya berbeda jika di apartemen.

Ray punya rutinitas baru sekarang. Dia dan Thea sudah membagi tugas untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Saat menyiapkan sarapan dan makan malam pun Ray akan berusaha membantu Thea. Meski kadang mereka hanya mengobrol sekenanya, Ray rasa itu lebih baik. Mereka tidak lagi seperti orang asing. Rasanya sudah seperti teman sekarang.

Seperti malam itu, Ray membantu Thea untuk memasak makan malam. Awalnya semuanya baik-baik saja. Ray bahkan bersenandung pelan sambil melakukan bagiannya memotong sayuran. Sampai kemudian suara benda terjatuh memecahkan fokusnya.

Prang

"Astaga! Menyingkir Thea!" Ray menghampiri Thea yang berdiri di depan kulkas dan membawa tubuhnya menjaduh agar tidak terkena pecahan piring. Dia membawa Thea duduk di kursi kemudian memeriksa keadaan gadis itu.

Layaknya tempo hari, Ray mendapati tangan Thea yang gemetar. Melihat itu dia refleks menggenggamnya dan meremasnya dengan lembut. Rasanya juga dingin. Meski tidak sedingin terakhir kali. Ray menilik ekspresi Thea yang berubah kosong dan tertuju pada tautan tangan mereka.

"Ada yang sakit?" tanya Ray dengan lembut. Ray tidak tahu apa alasannya, tapi jika terjadi lebih dari satu kali seperti ini rasanya tidak normal. Mungkin memeriksakannya ke dokter akan menjawab semuanya.

"Peluk."

"Hah?" Ray memandang Thea penuh tanya. Tidak mengerti mengapa Thea meminta hal itu meski sebenarnya dia tidak keberatan.

"Aku mau dipeluk."

Mendengar Thea yang mengulangi ucapannya membuat Ray langsung menariknya dalam sebuah pelukan. Dia baru sadar ternyata hawa tubuh Thea juga terasa dingin. Dia berubah sangat khawatir. Makanya mengajak Thea untuk pergi ke dokter. Dia takut jika Thea sakit. Namun, Thea hanya menggeleng pelan kemudian memeluknya semakin erat.

"Kita pesan saja ya makanannya?" tawar Ray saat merasa Thea sudah lebih tenang. Ray tidak punya keinginan melanjutkan acara memasak mereka lagi. Rasanya juga akan lebih baik jika mereka memesan makanan jadi saja. Beruntung Thea juga setuju.

Akhirnya Ray memesan makanan di salah satu restoran. Kemudian menuntun Thea menuju ruang tengah. Dia juga membuatkan secangkir teh hangat. Menurutnya hal itu mungkin akan membantu Thea sedikit lebih baik. Sementara dirinya kembali ke dapur untuk membereskan pecahan piring dan bekas memasak mereka yang berhenti di tengah jalan itu.

Makanan pesanan mereka datang beberapa menit kemudian. Ray memutuskan agar mereka makan di ruang tengah saja sambil menonton film. Sebuah upaya agar suasana diantara mereka tidak terlalu hening. Di situasi sekarang nampaknya Thea tidak akan bisa diajak mengobrol banyak.

"Mau aku suapi?" tawar Ray melihat Thea yang hanya diam. Thea sempat meliriknya sejenak kemudian memandang tangannya sendiri. Memang tidak lagi gemetar seperti sebelumnya, tapi secara keseluruhan Ray melihat Thea seperti begitu lemas. Bibirnya menyunggingkan senyum tipis saat melihat Thea mengangguk.

Malam itu mereka makan dengan Ray yang setia menyuapi Thea sampai makanan itu habis. Untuk pertama kalinya mereka makan malam tanpa bertukar kata, tapi sanggup membuat Ray menyunggingkan senyum yang begitu lebar.

*

"Kenapa?"

Thea memandang Ray yang tertawa canggung di hadapannya. Sekarang mereka sedang berada di lorong setelah jadwal kelas usai beberapa menit lalu. Thea tidak memberikan protes apapun saat Ray menarik tangannya pergi keluar. Dia sudah terbiasa dengan itu sekarang.

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang