Baby's Breath 7

130 23 9
                                    

warning: sex scene, sex without consent

***




Ray melangkah keluar dari kamar dan mendapati keheningan ruang tengah. Pandangannya melirik pada pintu kamar Thea yang tertutup. Nampaknya gadis itu belum selesai bersiap-siap. Makanya Ray memutuskan untuk duduk di sofa sambil menunggu Thea selesai. Untuk membunuh rasa bosan, Ray mulai memainkan ponselnya.

Sampai kemudian aroma mawar yang khas memenuhi indra penciumannya. Ray mengangkat pandangannya dan mendapati Thea yang berjalan mendekat ke arahnya. Alisnya mengernyit saat melihat penampilan gadis itu.

"Kita bukan akan melayat, Ms. Reighton," komentar Ray begitu Thea sudah berdiri di hadapannya. Tubuh gadis itu terbalut dengan sheath dress berwarna hitam. Begitu dengan high heels-nya yang berwarna senada. Ray sungguh tidak habis pikir dengan pilihan warna gadis itu.

"Aku tidak butuh opinimu," jawab Thea datar kemudian berlalu pergi lebih dulu. Ray berdecak kesal melihat itu, tapi dia tidak mengatakan apapun. Memilih menyimpan ponselnya ke dalam saku dan menyusul Thea.

Malam ini mereka akan pergi bersama menggunakan mobil. Tadi sore Ray pulang ke rumah untuk mengambil Rolls-Royce kesayangannya. Rasanya tidak mungkin saja dia pergi bersama Thea ke pesta itu dengan menggunakan Ducati. Seperti tidak punya kendaraan lain saja.

Selama perjalanan, sesekali Ray melirik Thea yang hanya menatap lurus ke depan. Biasanya juga Thea memang tidak mengatakan apapun, tapi entah mengapa malam ini Ray tidak bisa menahan pandangannya untuk melirik gadis itu. Tidak ada yang spesial dari penampilan Thea selain fakta bahwa malam itu Thea menggunakan riasan tipis sehingga wajahnya tidak terlihat begitu pucat.

Begitu sampai, Ray langsung mengulurkan tangannya yang diterima Thea dengan sigap. Mereka seperti telah terbiasa dengan hal ini. Begitu tiba di pesta dan akan dilihat banyak orang, mereka seperti otomatis memainkan peran sebagai sepasang tunangan yang hidup dengan bahagia.

"Kalian sangat serasi sekali."

"Sudah lama sekali rasanya tidak melihat kalian berdua. Kau semakin tampan, Rayden."

"Kapan kalian akan menikah? Aku sudah tidak sabar ingin segera menerima undangan dari kalian."

Itu adalah beberapa kalimat yang mereka terima setelah berbaur dengan orang-orang yang hadir di pesta tersebut. Ray berusaha keras tetap menyunggingkan senyum meski dalam hati mengumpat keras. Jika bukan karena kehadiran orang tuanya di sini, dia akan memilih kabur saja. Dia tidak pernah suka acara yang mengharuskannya banyak bersandiwara seperti ini.

Makanya setelah mereka selesai berdansa—yang terjadi atas usul ayahnya, Ray langsung melepaskan genggaman Thea dan memilih pergi menjauh. Dia mendekat pada seorang pelayan dan mengambil segelas sampanye. Kemudian menepi pada sisi kanan aula yang tidak terlalu banyak orang. Ray langsung meneguk habis sampanye itu kemudian menatap sekeliling ruangan dan menyadari semakin banyak tamu yang hadir.

Mulanya Ray berniat pergi keluar karena ingin merokok. Dia merasa pengap berada di ruangan ini semakin lama. Namun, sebuah suara membuat matanya langsung membola.

"Ray?"

Tubuhnya sedikit menegang dan berbalik dengan kaku. Matanya kembali membola mendapati sang kekasih yang kini berdiri di hadapannya. Seolah tersadar sesuatu, Ray langsung melirik kanan kiri dengan panik. Tidak lama dia langsung menarik tangan Lin untuk pergi keluar dari aula. Menuruni tangga sampai akhirnya tiba di taman belakang gedung.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Ray dengan nada yang berusaha biasa saja. Dia tidak pernah menduga bahwa Lin akan hadir di pesta ini juga. Biasanya tidak akan ada teman sebayanya atau seseorang yang dikenalnya hadir di pesta yang didatanginya bersama Thea.

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang