Baby's Breath 28

86 13 3
                                    

"Ayo berkencan."

"Iya?" Ray memandang heran pada Thea yang kini berdiri di hadapannya. Sang istri terlihat mengenakan floral dress selutut. Rambut Thea juga ditata rapi dan tergerai indah dengan bagian bawahnya yang dibuat sedikit bergelombang. Jangan lupakan riasan tipis pada parasa ayunya.

"Waktu itu aku melupakan kencan kita, jadi aku ingin membayarnya hari ini," ujar Thea sambil mendudukkan diri di atas pangkuannya. Kedua tangannya bergerak mengalungi lehernya yang membuat Ray tidak berkedip. "Ale juga akan jalan-jalan bersama Papa dan Mama, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan."

"'Memangnya tidak apa-apa? Kau tidak masalah pergi keluar?"

Ray hanya takut Thea merasa kelelahan dan sejenisnya. Dia tidak mau mengambil risiko apapun. Meski setiap hari Thea juga rajin minum obat dan nampak membaik sekarang, tapi Ray tidak mau gegabah.

"Hei, aku tidak apa-apa. Lagipula kita hanya akan berjalan-jalan. Aku malah akan sangat senang."

Di tengah keraguannya, Thea terus meyakinkan membuat Ray pada akhirnya mengangguk setuju. Setelahnya dia mulai bersiap-siap dan memakai baju yang senada dengan Thea. Sengaja agar terlihat seperti pasangan.

Kencan mereka hari itu dimulai dengan pergi bioskop untuk menonton film bersama. Thea yang memilih filmnya dan Ray langsung mengiyakan dengan mudah. Apapun filmnya akan Ray tonton asal bersama Thea. Setelah dari bioskop, mereka pergi ke amusement park. Ray rasa Thea sudah mempersiapkan semuanya dengan baik dengan membawa sebuah kamera kecil. Thea banyak mengabadikan momen mereka di sana yang mencoba berbagai wahana hiburan.

"Nanti kalau Ale sudah lebih besar, kita harus mengajaknya kemari."

Ray mengangguk berulang kali. Akan sangat menyenangkan jika mereka pergi bermain bertiga. Mereka harus melakukan itu nanti.

"Aku mau membeli itu!" Tunjuk Thea pada seorang penjual permen kapas. Ray sigap menuntun lengan sang istri untuk mendekat pada si penjual dan langsung memesan dua buah permen kapas. Mereka berakhir memakan permen kapas itu di sebuah bangku taman.

"Ray..."

"Kenapa, sayang?"

"Aku mau pergi ke kebun anggur."

"Maksudnya kebun anggur yang itu?"

Ray memandang Thea penuh tanya. Memastikan maksud perkataannya. Thea langsung mengangguk membuat Ray berpikir keras. Kebun anggur itu jauh sekali dari sini. Sebelumnya mereka datang ke sana hanya karena tidak sengaja makanya tidak terasa. Namun, jika sengaja datang ke sana Ray rasa sangat jauh sekali.

"Sekarang masih siang. Mungkin kita akan sampai di sana sore dan bisa kembali sebelum makan malam."

Pandangannya Ray melirik jam tangannya dan menimbang kembali usul Thea. Dia menatap mata sang istri yang memancarkan binar penuh harap. Ray menghela napas panjang kemudian mengangguk. Pada akhirnya dia memang selalu kalah.

Jadilah siang itu Ray mengemudikan mobilnya menuju kebun anggur. Mereka tiba di sana sekitar pukul empat sore. Dia sedikit heran saat Thea mendatangi penjaga kebunnya dan meminta izin untuk masuk.

"Aku mau mencoba anggurnya," ujar Thea yang menjawab rasa penasarannya. Entah apa yang dikatakannya, tapi penjaga kebun itu juga mengizinkan mereka masuk. Bahkan memberi Thea satu keranjang dan mengisinya dengan anggur yang dipetik langsung. Mereka menjelajah kebun itu sekitar satu jam. Kemudian Thea mengajaknya duduk di sebuah bangku di pinggir kebun. Bangku kayu itu terlihat sudah sangat usang, tapi masih kuat untuk menahan tubuh mereka.

Thea meletakkan keranjang berisi anggur itu di tengah-tengah mereka. Kemudian terlihat mulai mencicipinya. Ray bisa melihat matanya yang sempat terpejam sesaat.

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang