Thea sedikit menggeliat kemudian membuka matanya perlahan. Pandangannya melirik ke samping dan menyadari Ray tidak ada di sana. Seingatnya semalam lelaki itu tidur bersamanya di kamar ini. Namun, saat melihat jam Thea sadar mungkin Ray sudah bangun lebih dulu. Thea memutuskan bangkit menuju kamar mandi untuk mencuci muka. Cukup sulit karena kakinya masih belum sembuh sepenuhnya.
Begitu telah selesai dan memutuskan keluar kamar, Thea bisa melihat Ray yang sedang sibuk di dapur. Nampaknya tengah membuat sarapan. Tidak lama lelaki itu menyadari kehadirannya kemudian menuntunnya untuk duduk di salah satu kursi. Thea sadar semenjak pulang dari rumah sakit Ray memang sangat perhatian padanya. Setiap hari lelaki itu selalu menemani dan memenuhi semua kebutuhannya. Thea sangat berterima kasih untuk itu.
"Mau jalan-jalan setelah kita sarapan?"
Pandangan Thea terangkat dan memandang Ray yang kini mulai menyuapkan cream soup ke arahnya. Thea menerima suapan itu lebih dulu sebelum menjawab.
"Kemana?"
"Taman," jawab Ray singkat kemudian kembali menyuapinya. Thea mengangguk dan setelahnya mereka hanya fokus makan tanpa melakukan apapun.
Thea tidak mengeluarkan protes apapun setelah sarapan usai dan Ray membantunya mandi. Beberapa hari belakangan Ray juga melakukan itu dan lagipula lelaki itu sudah pernah melihat seluruh tubuhnya sehingga Thea tidak merasa malu sedikitpun. Dia memandangnya sebagai hal yang biasa saja.
"Tidak mau," jawab Thea saat Ray menawarkan untuk memakai kruk. Kakinya memang belum bisa berjalan normal, tapi Thea sudah merasa lebih baik dari hari-hari kemarin. Rasanya juga tidak nyaman menggunakan benda itu.
"Yakin?" Thea mengangguk dan beruntung Ray tidak memaksa. Alih-alih mulai menuntunnya untuk keluar apartemen.
Ternyata Ray mengajaknya jalan-jalan di taman dekat apartemen. Ini masih hari biasa dan tidak banyak orang yang datang ke taman. Thea pernah melihat taman ini kadang ramai saat akhir pekan. Tidak banyak yang mereka lakukan di sana. Benar-benar hanya berjalan-jalan mengelilingi taman itu tanpa banyak bertukar kata. Thea tidak mempermasalahkan itu karena dia merasa nyaman. Setidaknya dia bisa menghirup udara segar.
Mereka baru pulang dari taman saat siang hari. Thea sempat meminta Ray membeli croissant di toko yang tidak jauh dari taman. Tiba di apartemen, Thea memakan croissantnya dengan lahap kemudian meminum obat. Dia tidak menolak saat setelahnya Ray mengajaknya menonton film. Namun, mungkin karena efek obat yang diminumnya, Thea tanpa sadar malah tertidur. Dia baru terbangun di ranjangnya saat sore hari.
Thea berubah panik saat tidak mendapati keberadaan Ray. Pun saat melihat ke ruang tengah dan kamarnya, lelaki itu tidak ada di sana. Akhirnya Thea memutuskan kembali ke kamar dan baru menemukan sebuah sticky notes di nakas.
Aku pergi ke minimarket dulu sebentar
Thea menghela napas lega setelah membaca itu. Padahal sebelumnya dia tidak pernah peduli kemanapun Ray pergi. Namun, sekarang dia selalu ingin memastikan bahwa Ray akan selalu ada dalam jarak pandangnya. Thea merasa takut ditinggalkan sendirian untuk pertama kalinya.
Thea memutuskan duduk di tepi ranjang kemudian memperhatikan perutnya sendiri. Tangannya membuka dua kancing kemejanya lalu sedikit menyingkapnya. Jemarinya kemudian terangkat untuk mengelus perutnya sendiri.
Dokter bilang kau sedang hamil. Usianya tujuh minggu.
Thea mengingat kembali perkataan sang ibu saat di rumah sakit bulan lalu. Itu artinya sekarang kandungannya akan memasuki 11 minggu. Tiba-tiba saja Thea tersenyum simpul. Dia tidak percaya akan menjadi seorang ibu. Mungkin hal itu memang belum pernah ada dalam bayangannya, tapi jujur Thea senang. Entahlah. Rasanya sangat menakjubkan mengetahui ada satu kehidupan lain dalam dirinya sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Baby's Breath
Любовные романы"Kenapa aku harus menikahi Theala?" "Karena kau pernah membuatnya menangis?" "Apa?" Rayden memandang sang ayah dengan pandangan bingung. Tidak mengerti apa korelasi dirinya yang pernah membuat Theala menangis dengan keharusan untuk menikahi gadis it...