Baby's Breath 30

339 29 2
                                    

Ray hanya bisa terdiam mematung saat baru saja pulang ke rumah dan menemukan ruang tengah dalam keadaan berantakan. Sebenarnya bukan itu masalahnya. Ray tidak masalah dengan semua itu. Hanya saja, emosinya terasa memuncak saat melihat beberapa dokumen pekerjaannya yang berada di atas meja berserakan dan basah terkena tumpahan kopi. Belum lagi sebagiannya berceceran di atas lantai.

Demi Tuhan, Ray berusaha keras menahan amarahnya yang sudah di ujung tanduk sekarang.

Beberapa pelayan yang ada di ruang tengah hanya diam dengan pandangan menunduk. Tidak berani melihat majikan mereka yang jelas sedang memendam amarah.

"Siapa yang melakukan ini?" tanya Ray dengan nada pelan, tapi penuh penekanan. Seluruh pelayan tidak ada yang menjawab dan malah semakin menundukkan pandangannya.

"AKU TANYA SIAPA YANG MELAKUKAN SEMUA INI?!" Ray berteriak kesal karena pertanyaannya tidak terjawab sama sekali.

"Anu, itu, Tuan—"

"AKU YANG MELAKUKANNYA! KENAPA MEMANGNYA HAH?!"

Ray langsung berbalik mendengar suara teriakan dari belakang tubuhnya. Dia memejamkan matanya sambil menghela napas dalam untuk menenangkan diri. Tidak mau kelepasan emosi dan membentak sosok di hadapannya.

"Kenapa kau—"

"ITU KARENA PAPA JAHAT!"

"Apa?"

"PAPA LEBIH SAYANG KERTAS SAMPAH ITU DARIPADA AKU!"

"ALE!"

"PAPA JAHAT! AKU BENCI!"

Ray menyugar rambutnya dengan kasar begitu melihat Ale yang berlari ke dalam kamarnya sambil menangis. Sebenarnya hari seperti ini bukan kali pertama terjadi. Hanya saja, baru kali ini Ray mendapati putrinya itu mengamuk tidak jelas sampai memberantakkan seisi rumah. Bahkan merusak dokumen pekerjaannya—yang mungkin salahnya juga karena saat pagi tadi terburu pergi ke kantor sampai lupa merapikan dokumen itu.

"Kenapa dia seperti itu?" tanya Ray setelah dirinya mulai tenang dan memanggil salah satu pengasuh yang sering mengantar Ale ke sekolah. Ray pikir mungkin ada sesuatu yang terjadi sampai Ale berubah tantrum dan membuat seisi rumah berantakan.

"Anu, sebenarnya... itu..."

"Apa?!" Ray bertanya dengan tidak sabaran mendengar jawaban Brenda—pengasuh Ale, yang sangat tidak jelas itu.

"Sebenarnya hari ini ada acara pertunjukan seni di sekolah dan Ale tampil menari di sana. Semalam saya sudah memberitahu Tuan tentang acara itu, tapi tadi pagi Tuan terburu pergi. Saat saya mencoba menghubungi Tuan pun tidak terhubung sama sekali. Setelah acara itu selesai Ale menangis dan begitu pulang ke rumah... ehm... itu..."

"Cukup. Aku paham. Tinggalkan aku sekarang." Ray memerintahkan seluruh pelayan untuk pergi. Menyisakan dirinya sendiri yang kini menyandarkan tubuh pada punggung sofa dengan mata yang terpejam erat. Seketika merasa bersalah saat sadar telah membentak Ale sebelumnya.

Ray lupa jika hari ini ada acara di sekolah Ale yang harus dihadirinya. Padahal semalam dia sudah berniat untuk hadir. Namun, tadi pagi tiba-tiba ada masalah yang terjadi di perusahaan sampai Ray terburu pergi dan tidak mempedulikan hal lainnya. Dia bahkan tidak memeriksa ponselnya seharian padahal guru dan pengasuh Ale pasti berulang kali menghubunginya.

Kelakuan Ale tidak akan bisa dibenarkan, tapi Ray mengerti kemarahan putrinya. Tidak. Mungkin Ale kecewa dan sedih sekarang. Ray menghela napas lelah kemudian berusaha melepaskan dasi yang terasa mencekiknya seharian ini. Dia harus meminta maaf pada Ale segera. Sekarang Ray akan memilih membersihkan diri dulu sambil berusaha mendinginkan kepalanya.

Baby's BreathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang