"Kamu mengharapkan kejujuran dari orang lain, ketika dirimu saja masih terlalu sering membohongi diri sendiri."
***
Hari ini, semua anggota Dreamer sudah berkumpul di dalam satu ruangan—tempat yang selalu menjadi rumah disaat mereka sudah merasa lelah dengan dunia luar, dunia yang kerap kali terasa memuakkan. Lalu, rumah itu akan selalu siap menampung semua keluh kesahnya.
Mereka adalah sekumpulan orang yang memiliki mimpi dan tujuan yang sama. Sudah hampir enam tahun mereka berjalan menuju arah yang sama, tidak ada senioritas dalam grup, semua tampak imbang. Kecuali, pada momen-momen tertentu—Juna sebagai kakak tertua dan Akash sebagai leader grup. Dalam Dreamer hanya dua posisi itu yang pasti.
Dreamer memiliki arti sebagai pemimpi, di mana nama band itu mencakup semua mimpi para anggotanya, berharap bahwa suatu hari nanti mereka mampu mengimbangi hidupnya dengan mimpi-mimpi yang mereka miliki. Membesarkan nama Dreamer dengan karya-karya terbaik mereka.
Hari demi hari, bahkan tidak terasa waktu sudah berada di penghujung tahun. Bahkan, Raga dan Akash sudah melewati masa-masa wisuda, kecuali Tegar dan Kemal yang masih memerlukan beberapa semester lagi untuk menyandang gelar sarjana.
Namun, meski begitu mereka masih kerap datang ke kampus, meski hanya sekadar berkunjung atau mengenang hal-hal kecil yang sudah lama mereka tinggal, atau menjadi tamu undangan untuk mengisi acara non formal yang diadakan pihak kampus, karena nama band mereka sudah dikenal dan diakui oleh seantero kampus, bahkan mereka adalah senter di Universitas Mahkota.
"Pikiran lo masih di mana, Ga? Liat muka lo berasa kek udah ambil alih semua ujian hidup manusia yang ada di muka bumi, etdah!" seru Akash.
Raut wajah Raga bak benang kusut yang tak pernah menemukan letak ujungnya, setidaknya agar ada harapan dari mana ia harus mulai membenarkan atau mungkin ia hanya perlu gunting untuk memotong bagian yang kusut itu?
Tidak.
Nyatanya, memang tidak semudah itu untuk membuang riuhnya isi kepala, meski dengan tidur sekalipun. Mengerikan, jika hal yang membebani isi kepala pun ikut terbawa mimpi, lantas ke mana lagi ia harus berlari ketika tidur pun tak cukup memenangkan?
Raga diam, bahkan hal ini terlalu rumit untuk dikatakan, mulutnya seolah kehabisan kata-kata untuk menarasikan perasaan gamang yang beberapa bulan terakhir ini menguras pikiran pemuda itu.
"Ngomong aja, Ga. Jangan karena masalah ini bersangkutan sama gue, lo jadi tertutup gini sama anak-anak," ujar Juna, santai.
"Apaan, dah! Jangan bikin tambah penasaran gini, anjir."
"Lo berdua abis bikin masalah?" tanya Kemal, kenapa bisa beranggapan seperti itu karena Juna dan Raga terkadang seperti Tom and Jerry, terlalu sering membuat keributan tetapi sekalinya deeptalk dunia seolah hanya milik Juna dan Raga.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA : Narasi Terakhir dari Hati
Roman pour AdolescentsDesir angin mendesau begitu kencang; menyapa rupa elok si pemilik nayanika. Apakah laut serta ombak yang meriak itu selalu membawa ketenangan? Burung-burung mengepakkan sayap, berkicau saling bersahutan, begitupun dengan isi kepala yang turut riuh...