Chapter 22 - Kejarlah, Sampai Kamu Bosan!

29 3 1
                                    

"Rupanya lara itu telah luruh sejak lama oleh perangaimu, lantas mengapa aku baru tersadar ketika hati telah sia-sia melepas?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Rupanya lara itu telah luruh sejak lama oleh perangaimu, lantas mengapa aku baru tersadar ketika hati telah sia-sia melepas?"

— Kalana Malendra

***

Hujan sudah mulai reda, tersisa gerimis-gerimis kecil yang masih silih berjatuhan. Suara-suara petir yang mengerikan itu juga sudah tak lagi terdengar, hanya hiruk-pikuk kendaraan yang berlalu-lalang di luar sana serta riuhnya pergerakan manusia yang keluar masuk area kafe.

"Sa, kalau gue nemuin Kalana sebentar, gapapa?" Raga bertanya, sedang Isa terdiam.

Mengapa laki-laki itu harus meminta izin Isabelle untuk bertemu dengan Kalana?

"Why not? Hubungan kita gak seistimewa itu untuk lo izin perihal hal sepele kaya gitu, Kak." Isa menjawab.

"Karena gue menghargai keberadaan lo di sini," tutur Raga, Isa hanya berikan senyuman sebelum gadis itu mengangguk—menyetujui permintaan Raga.

Harusnya tidak sekarang, mungkin nanti. Namun, bertemu dengan Kalana akhir-akhir ini sangat sulit, entah waktunya yang tidak tepat atau memang gadis itu selalu mencari celah untuk menghindar dari Raga.

Beberapa waktu lalu, Raga sempat berpapasan dengan Kalana di kampus, tetapi saat itu Raga benar-benar tak ingin mengucapkan sepatah kata pun, hatinya masih kecewa dan marah. Takut jika memaksakan untuk berkomunikasi hanya akan ada emosi yang meradang.

Juga ... Raga belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Kalana, sebab kelopak mawar kala itu belum gugur sepenuhnya.

Tepat hari ini, pertemuan kedua semenjak mereka mengakhiri hubungannya. Raga bisa melihat Kalana lagi, yang terkadang sering kali menghilang tanpa jejak.

"Udah lama, ya, Kal?" Suara bass milik Raga hampiri rungu Kalana, suara yang mungkin sedikit Kalana rindukan(?)

Gadis itu mendongakkan kepala—melihat ke arah sumber suara. Rupanya Raga, laki-laki yang beberapa bulan terakhir ini hilang dari pandangannya.

"Ga?" panggil Kalana, gadis itu melepas kacamatanya. Ia sedikit terkejut dengan kehadiran Raga yang tiba-tiba, atau memang Dreamer akan menjadi bintang tamu di kafe tersebut.

"Boleh duduk?" tanya Raga, yang langsung mendapatkan persetujuan dari Kalana.

"Apa kabar?" tanya gadis itu.

"Seperti yang kamu lihat. Kabar kamu, gimana?"

"Engga ada yang berubah, semuanya oke."

Suasana tidak seperti biasanya, kali ini sedikit berbeda. Canggung dan seolah setiap kalimat yang keluar itu mematikan topik di antara keduanya.

"Kelopak bunganya udah gugur semua. Maybe, sekitar seminggu atau lima hari yang lalu." Begitu tiba-tiba Raga bersuara, ketika satu gelas berisikan espresso masih menempel di bibir si gadis.

RAGA : Narasi Terakhir dari Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang