“Jangan pernah berpikir lagi untuk pulang, karena sejak saat itu aku bukan lagi rumahmu.”
— Sabiel Nuraga
***
Akhir-akhir ini angin meniup tidak tenang, udara turut tidak beraturan—menusuk mata hingga terasa perih. Di penghujung tahun serta langit sore yang memerah seolah dipulas perona wajah itu menjadi penanda bahwa hari di penghujung tahun ini telah usai. Berharap, menjadi penutup untuk segala luka, duka, juga rasa yang tak terbalas.
Tangan lembut juga kasar itu, resmi menandatangani secarik kertas yang di mana mereka telah resmi menjadi sepasang suami istri. Waktu berlalu begitu cepat, sampai ia tak memiliki kesempatan untuk menata terlebih dulu. Isabelle sudah resmi menjadi istri seorang Sabiel Nuraga.
Laki-laki yang diidolakannya selama ini.
Sudah bukan lagi Raga-nya, melainkan Ragaku. — Isabelle
Tatapan lembut. Namun, terlihat kosong itu hiasi wajah cantik si penyuka petrikor, hari ini dia datang ke acara pernikahan laki-laki yang akhir-akhir ini mengusik pikiran si gadis. Terlebih lagi, sebuah email masuk dari pemuda itu baru ia buka beberapa waktu lalu.
[Pulang, Kal. Karena rumah akan selalu menerima pemiliknya, meskipun kamu datang dengan keadaan yang paling berantakan.]
Kalana pikir, ia masih belum terlambat, rupanya dia salah. Kalana terlalu sibuk mengutuki diri, tak memberikan Raga celah sedikit pun, sampai tibanya di mana Kalana datang, kesempatan itu hilang.
Sejak awal memang sudah seharusnya begitu, agar tidak terlalu menggantungkan diri pada Raga ketika raganya masih cukup kuat untuk menjadi penopang, meski hati juga pikiran telah luluh lantak sejak lama.
Ada gesekan perasaan antara rasa sakit juga senang yang melingkupi perasaan seorang gadis yang bernama Isabelle, tatkala melihat Raga sedang berbicara dengan Kalana di sudut ruangan sana.
Mereka terlihat serius, dengan wajah Kalana yang tampak sendu, serta beberapa kali gadis itu memalingkan pandangan—guna menghindari air mata yang mungkin sedari tadi ingin menerobos dinding pertahanan si gadis.
Isa percaya, Raga tidak akan bohong. Memang harus ada yang diselesaikan di antara mereka berdua, meski hubungan antara Kalana dan Raga sudah selesai sejak lama, tetapi meski begitu masih ada perasaan yang mungkin belum bisa diselesaikan.
Isa tahu, gadis itu juga mengerti. Namun, apakah mereka akan benar-benar menyelesaikannya? Perasaan gamang tak bisa Isa tepis, karena dia tidak se-munafik itu untuk berpura-pura bahwa Isabelle kuat.
“Sudah cukup lo menguatkan Kalana, mulai hari ini itu bukan tugas lo lagi, Kak.” Isabelle hanya mampu mengatakan kalimat tersebut pada dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA : Narasi Terakhir dari Hati
Novela JuvenilDesir angin mendesau begitu kencang; menyapa rupa elok si pemilik nayanika. Apakah laut serta ombak yang meriak itu selalu membawa ketenangan? Burung-burung mengepakkan sayap, berkicau saling bersahutan, begitupun dengan isi kepala yang turut riuh...