“Seseorang yang pernah menjadi bagian terpenting dalam hidup, tidak perlu memiliki ruang khusus untuk abadi. Hal itu yang akan membuatmu terus ingin menjelajah serangkaian memori yang dianggap indah, nyatanya itu adalah jalan bagaimana caramu menyakiti hati.”
— Isabelle Akselia Mahatma
***
Semua orang pasti menginginkan sebuah hubungan yang manis, termasuk Isa dan Raga. Entah, sudah berapa banyak waktu yang dihabiskan oleh mereka berdua, yang selalu mencoba untuk saling melengkapi juga saling mengerti, hingga beberapa kebiasaan diri yang mulai diketahui oleh masing-masing dari mereka.
Mungkin, benih-benih rasa juga sudah mulai tumbuh seiring berjalannya waktu. Sebab, cinta tak selalu jatuh pada pandangan pertama, cinta bisa datang karena terbiasa. Bahkan untuk saat ini, tidak ada yang tidak bisa Raga syukuri dari kehadiran Isabelle dalam hidupnya.
Waktu memang terlalu cepat merampas sebagian hal yang ingin sekali Raga genggam pada masa itu. Namun, Tuhan selalu memiliki banyak kejutan, salah satunya di mana Raga tiba-tiba harus bertanggung jawab atas kebahagiaan Isabelle.
Namun, akhir-akhir ini isi pikiran Isabelle terus mencuat seperti ingin meledak, karena beberapa omongan yang sering kali mengusik telinga perempuan itu. Isabelle selalu acuh, tetapi hal itu memang tidak bisa Isabelle hindari—di mana nama Raga dan Kalana kerap kali ramai dibicarakan, bahkan sampai detik ini.
Kehadiran Isabelle yang begitu tiba-tiba ... lantas apa yang dia harapkan dari laki-laki yang katanya; cintanya sudah habis di masa lalu itu? Terlebih lagi, Kalana dan Raga selalu menjadi objek paling menarik pada masanya.
Masanya? Ah, lebih tepatnya masa Raga dan Kalana seolah tidak akan pernah ada habisnya. Semua orang juga tahu, bagaimana masa Raga dan Kalana pada saat itu—begitu digemari dan nyaris sempurna. Tak peduli, sekelam apa kisah yang dimiliki gadis itu, mereka tetap menjadi pasangan favorit di Universitas Mahkota.
“Sama Isa, Raga cuma melanjutkan hidup. Cintanya udah habis di masa lalu,” katanya.
“Isa terlalu terburu-buru, harusnya dia tanya; Perasaan Raga sudah sembuh apa masih tertinggal di masa lalu?”
“Katanya, Isa nge-crushin Raga dari lama? Jalur orang dalam emang selalu segampang itu, ya?”
Beberapa kali Isa menulikan telinga, tetapi perlahan-lahan kalimat-kalimat itu mulai melukai perasaannya. Meski begitu, Isabelle tetaplah Isabelle, yang tidak akan tinggal diam jika memang sudah melewati batas, karena manusia dilahirkan sepaket dengan batas kesabaran.
Hari ini, Isa sudah meminta izin pada Raga, bahwa setelah pulang dari kampus ia akan mampir dulu ke rumah. Lagi pula sudah lama Isa tidak berkunjung, apalagi sekarang kedua orang tuanya sedang tidak bertugas.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAGA : Narasi Terakhir dari Hati
Ficção AdolescenteDesir angin mendesau begitu kencang; menyapa rupa elok si pemilik nayanika. Apakah laut serta ombak yang meriak itu selalu membawa ketenangan? Burung-burung mengepakkan sayap, berkicau saling bersahutan, begitupun dengan isi kepala yang turut riuh...