Chapter Thirteen

6.6K 507 3
                                    

"Cause there's only one thing that would never change. Memories."

----------

Alexis's POV

Gue baru aja melangkah masuk ke gerbang sekolah tanpa telat, dan Paker ngedatengin gue dengan tawa renyahnya. "Pagi, Mbak. Semangat banget jam segini udah dateng." Katanya meledek gue.

Gue ketawa, menjabat tangannya. "Kalo telat, nanti ditutupin gerbang lagi sama pejabat gerbang." Kata gue membalas.

Paker ketawa lebih keras. "Bisa aja, Mbak. Oh iya, selamat kemarin udah menang, ya. Saya nonton dari pos dengerin siaran sekolah aja. Nama Mbaknya disebut terus."

Gue mengangguk. "Yang siaran itu fansnya saya, makanya nama saya doang yang disebut." Kata gue seraya masuk ke dalam sekolah.

Suasana didalam sekolah gak terlalu aneh buat gue, cuma hari ini banyak banget yang nyapa dan ngasih selamat atas pertandingan kemaren. Gue kira basket mulai gak dinikmati, ternyata gak sesuai perkiraan gue juga. "Lex!"

Gue menoleh dan mendapati kapten futsal bernama Rei berlari kecil ke arah gue dari depan ruang OSIS. Rei bukan cuma kapten futsal, dia juga ketua OSIS dan anggota ekskul photography yang lagi ngehits banget disekolah gue. Kalo kata cewek-cewek, Rei itu suami idaman. Mungkin karena dia baik, multitalented, dan gak jelek-jelek banget.

"Kenapa, Rei? Tumben." Kata gue setelah dia mendekat.

Rei ngasih gue selebaran OSIS, yang isinya adalah formulir pencalonan diri buat jadi Ketua OSIS yang baru. "Apa nih maksudnya?" tanya gue heran.

Rei menghela nafasnya. "Gue ngasih lo kesempatan buat nyalonin diri."

Gue mengerutkan dahi. "Pernah gue bilang sama lo gue tertarik masuk OSIS?" tanya gue diiringi gelengan Rei. "Lagian kan masih ada elo yang ngejabat, kenapa mesti diganti?"

"Gue kan udah kelas tiga. Waktu gue di OSIS udah abis, makanya gue nawarin lo sekarang buat nyalonin jadi pengganti gue." Jelas Rei. Gue masih mengulang membaca formulir yang tertera, dan Rei menghela nafasnya lagi. "Gini aja deh, lo bawa formulirnya dulu. Kalo lo gak mau, cari orang rekomendasian lo yang setidaknya leadership dan public speakingnya bagus. Gimana?"

"Kok jadi gue yang nyari?" gerutu gue.

"Iya lah, kan lo udah nolak tawaran gue. Tanggung jawab dong. Lagian gue sibuk ngurusin try out, tugas gue juga banyak numpuk belom kelar. Bantu gue lah, Lex." Pinta Rei dengan wajah memelasnya.

Gue menghela nafas. "Kan OSIS mau ngadain lomba pidato tuh pas hari guru, lo sekalian cari aja. Bikin tema yang sesuai sama apa yang lo cari, jadi meminimalisir orang-orangnya. Lo nyari yang public speakingnya bagus, udah ada lomba pidato. Bikin aja temanya jadi leadership."

Rei membelalak dan mencengkram kedua bahu gue. "Kenapa gue gak kepikiran ya?"

Gue memutar bola mata. "Udah sarapan ya lo?"

"Udah, kenapa emang?"

"Orang kenyang kan jadi bego." Celetuk gue gak berdosa.

Rei ngejitak kepala gue, dan dorong gue menuju kelas. "Oh iya, hari ini ada anak baru dikelas lo. Gue lupa namanya, tapi sampein salam manis dari gue." Kata Rei seraya berjalan menjauh.

"Bodo!" sahut gue disusul sahutannya yang disimboli dengan jari tengah.

Seperti biasa, Raldin dan Kemal belum dateng sekalinya gue dateng pagi. Mereka itu tipe orang yang datenganya pas. Sedangkan bayak temen-temen gue dikelas yang tipenya 'ngegosip sebelum bel masuk'. Kalo tipe gue, 'tidur sebelum bel masuk'. Gue duduk dibangku gue, menjadikan tas sebagai bantal, dan kemudian terlelap.

ReboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang