Chapter Sixteen

5.7K 464 2
                                    

"Menjatuhkan mental seseorang itu termasuk bullying. So, stop, before it's become our culture and impact our next generations."

----
Alexis's POV

I want to see your smile today

Gue remukkan kertas dengan tulisan bullshit iseng yang ada di dalem laci meja gue, dan gue lempar. Getto ngeliat kertas tadi yang udah tergeletak dilantai, dan mandang gue.

"Apaan tuh tadi?"

Gue mendengus. "Pelet." Jawab gue sekenanya.

Getto menggelengkan kepala, lalu menoleh ke Raldin. "Temen lo, Din." Katanya diiringi gelengan Raldin.

Gue mengerutkan dahi, natap Getto. "Lo ngapain coba pagi-pagi disini?" Tanya gue sensi.

"Mau ngumpulin tenaga biar semangat lagi." Jawabnya sambil nyengir. Gue ngelempar tatapan ngusir, dan dia nepuk kepala gue. "Iya iya, gue pergi nih sekarang. Jangan kangen ya."

"Cepet-cepet mati deh lo." Celetuk gue seraya Getto keluar dari kelas gue yang selalu rame kalo ada dia.

Raldin nutup laptopnya, dan menopang dagu ke arah gue. "Kenapa galak banget sih jadi cewek? Rendy tuh baik setengah mati, tau gak?"

"Gue gak minta."

Raldin ngehela nafasnya, dan menenggelamkan wajahnya di kedua telapak tangannya. "Kita itu harus ngehargain perasaan orang, sebelum minta dihargain, Lex. Kalo ada orang yang baik sama kita, kewajiban kita juga buat balik baik ke dia."

"Din gue cuma bercan.."

"Emang lo yakin dia bercanda? Lo kira dia baik-baikin lo cuma sekedar mainan? Pencitraan? Dia gak gitu ke semua cewek, Lex. Merasa beruntung itu perlu." Lanjut Raldin tanpa ngasih gue kesempatan bicara.

Gue menghela nafas. "Dia tau gue bercanda kok. Selama ini juga selalu gitu, Getto gak sebaper itu." Kata gue.

"Kesabaran seseorang itu ada batasnya. Ketika lo berbicara tanpa berfikir, ada perasaan yang lo sakiti dan ada hati yang tersia-siakan."

Gue dan Raldin serentak menoleh ke arah suara dibelakang kita berdua, dan mendapati Rei sudah duduk dibangku belakang. "Hai, cewek." Sapa Rei ke Raldin, cuma ke Raldin.

"Gue bukan cewek?" Tanya gue menuntut.

Rei menjulurkan lidah, dan sibuk ngobrol sama Raldin soal kepentingan OSIS. Merasa tidak tertarik dengan obrolan mereka, gue keluar kelas dan beranjak ke kelas Fahri yang terletak tepat disebelah kelas gue.

Sesuai insting, anak-anak basket ngumpul di satu titik sambil ngerubungin sesuatu yang tertutup sama badan-badan besar mereka. Gue masuk, dan mereka semua senyum ke gue.

"Kenapa lo semua? Ngumpul gak ngajak, solid lo?" Gerutu gue seraya berjalan mendekat ke mereka yang gak bergerak satu inci pun dari posisi awal.

Felix nyamperin gue, dan nahan badan gue dengan mencengkram kedua bahu gue. "Relax. Dan please, jangan bunuh gue setelah ini." Katanya.

Gue mengerutkan dahi, dan perlahan mereka berpindah tempat, membuka peluang gue buat melihat orang yang mereka tutup-tutupi.

Only by seeing his pitch dark hair, i knew it's him. When my eyes meet his, my world turning upside down, my heartbeat going faster, and i suddenly melted away.

Adam.

Dia balik.

Atau dia tidak pernah pergi?

----

Author's Note :

After one month break, i finally back to routine. These takes way too long, and the results is way too short, i know, and i'm sorry.

Things happened. Which is a little bit impact my activities, my mood, my creativities. But, if we're holding on something for too long, it won't bring us up. It's just slow us down.

I have news.

Nyx.

ReboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang