(24) Awal baru

215 28 10
                                    

Setiap detik yang Pharita lalui terasa begitu menyakitkan. Menunggu seseorang yang tidak akan kembali membuatnya sadar, sudah seharusnya ia melupakannya.

Selang Seminggu setelah Yeonjun kembali ke Korea, Lisa membawanya ke rumah sakit untuk mengecek kondisi rahimnya.

Pharita sempat berharap agar dirinya hamil. Setidaknya jika Yeonjun tahu dirinya hamil, mungkin ada setitik harapan ia akan kembali.

Namun nihil, tidak ada tanda-tanda kehamilan pada dirinya.

×

Armadhiya Highshool.

Selang 2 tahun, Pharita sekarang berdiri diatas podium mewakilkan teman-temannya untuk menyampaikan kesan pesan selama di sekolah.

Gadis yang cengeng tersebut sudah hilang. Sekarang ia adalah wanita mandiri yang fokus mengejar mimpinya.

Setelah tamat sekolah, Pharita memutuskan untuk ke Amerika melanjutkan studi pendidikannya disana. Mungkin setelah kuliah ia akan mengambil alih perusahaan ayahnya.

Siapa sangka kepergian Yeonjun justru membuat dorongan besar baginya untuk mencapai cita-cita.

"Ta, setelah acara kelulusan ini, gue bakal ikut Soobin ke Korea. Kami bakal menikah disana." Ucap Ramy tersenyum lebar.

Betapa bahagianya ia bersama Soobin. Aku senang mengetahui bahwa mereka akan menikah.

"Kenapa gak di Indonesia aja sih?" Tanyaku memeluk Ramy erat. Aku tidak mau ditinggal oleh sahabatku ini.

Ramy terkekeh. "Maunya sih di Indonesia, tapi keburu Soobin Junior nongol di perut."

Aku langsung melepas pelukan dan menatap Ramy dan perutnya dengan shok. "Serius? Sejak kapan?!"

"Udah jalan 4 bulan hehe."

Wajahku semakin kaget. "Empat bulan?!" Yang benar saja dia baru memberitahuku sekarang!

Pantas saja akhir-akhir ini dia selalu memakai kemeja yang besar. Rupanya untuk menyembunyikan perutnya yang membesar.

Ramy tertawa senang melihatku yang mulai nangis terharu. Aku benar-benar senang untuknya.

"Soobin bilang rahasiain dulu, takut ada apa-apa." Ucap Ramy melirik kearah Soobin yang sedang berbincang dengan guru-guru.

Wah... Irinya. Mereka ini benar-benar pasangan yang menggemaskan.

"Ta, ikut gue ya ke Korea. Gue mau lo jadi bridesmaid gue. Lo kan satu-satunya sahabat gue." Pinta Ramy menatapku gemas.

"Masa sahabat aku nikah, aku ngga dateng. Tenang aja, aku bakal ikut kok." Balasku memeluknya erat.

Baru saja aku memeluk Ramy, pacar posesifnya tiba-tiba datang. "Baby, ayo pulang." Selanya mencium puncak kepala Ramy.

"Aku masih mau ngobrol sama Rita." Tolak Ramy memelas.

Aku melirik Soobin yang menatapku seakan menyuruhku untuk membiarkan Ramy pergi. Dasar.

"Beb, kita bisa ngobrol lain kali. Kamu harus inget ada dede gemoy tuh di perut. Ngga boleh kecapean." Ucapku menyuruh Ramy pulang saja dengan Soobin.

Dengan terpaksa, Ramy pulang bersama Soobin. Membuat seluruh pasang mata melirik mereka dengan iri.

Bayangkan saja, Soobin yang bekerja di Korea rela pulang-pergi ke Indonesia demi menemui kekasihnya tersebut.

Dari situ aku belajar, sesibuk apapun dirimu, jika ada hal yang di prioritaskan, kita pasti akan meluangkan waktu untuknya.

+×+

Sesampainya aku dirumah, aku dikagetkan oleh sambutan mommy dan daddy.

Dengan cepat aku memeluk orangtuaku sembari melepas rasa rinduku. Sudah 1 bulan aku tidak melihat mereka.

"Congrats sayang. Mommy sama daddy sengaja cepat pulang untuk rayain kelulusan kamu!" Ucap Lisa mencubit pipiku pelan.

Daddy juga ikut tertawa senang. "Mari kita rayakan!"

Melihat mereka yang ikut bahagia membuatku ikut tertawa senang. "AYOO!" Girangku mulai melompat-lompat kecil dengan semangat.

Aku memakan cake besar yang daddy siapkan. Lezatnya~ Setelah makan-makan bersama, mommy mulai bernyanyi untuk menaikkan suasana.

Daddy juga tak mau kalah, setelah mommy menyanyi lagu hits terbaru, daddy langsung memutar lagu lawas dan menyanyikannya.

Aku tertawa keras melihat Cerry yang juga dipaksa menyanyi namun suaranya crack di pertengahan lagu.

Hahah! Ini menyenangkan! Kuharap hari ini tidak akan berakhir.

+×+

Waktu sudah menunjukkan jam sebelas malam. Aku kembali ke kamarku dalam kondisi kenyang dan juga lelah.

"Drtt.. drtt.." Ponsel di kantongku bergetar. Seseorang menghubungiku. Manusia mana yang menelponku jam segini??

📞 Layla calling you...

Oh? Nyaris 1 tahun aku tidak berinteraksi dengannya karena saat kelas 12, aku dan Layla tidak sekelas.

Lagipula hubungan kami jauh dari kata baik setelah dia membully diriku.

Tut.

"Halo?" Aku tetap mengangkat panggilan darinya.

"Ah h-halo. Pharita, bisa ketemuan bentar gak?" Tanyanya canggung.

"Sekarang banget?"

"Iya. Ini penting. Please bisa ya!" Ucapnya nyaris memohon.

Aku berpikir sebentar. "...oke send aku lokasi ketemuannya."

×

Disini lah aku, di diskotik hotel yang pernah aku datangi tepat sehari sebelum Yeonjun pergi.

"So, apa yang penting banget sampe harus dibicarain langsung?" Tanyaku tak mau basa-basi.

Layla menatapku dengan aneh. Berkali-kali mulutnya terbuka ingin berbicara namun satu kata pun tak keluar dari sana.

"Layla."

"O-oh iya!" Dia tersentak kaget saat kupanggil namanya. Apa yang membuatnya sampai melamun?

"Buruan mau ngomong apa?" Tanyaku mulai tak sabar.

"Ini tentang Yeonjun..." Ucapnya ragu-ragu. Oh? Kurasa aku tidak perlu mendengarnya.

Dengan kesal, aku bangun dari dudukku dan mengambil ponselku di meja. "Aku pulang."

"Please! Lo harus dengerin ini Ta!"

Aku menatapnya yang terlihat serius. Seakan aku akan menyesal jika aku memutuskan untuk pergi.

Perlahan, aku kembali duduk. Baiklah. Aku akan mendengarkan apa yang akan ia sampaikan.

Votenya readersku~ <33

Senior Zink [ yeonjun x pharita ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang