"Maksud Macan pergi kemana?" tanya Zahra penasaran.
"Uum, maksudnya pergi ke.. rumah."
Zahra mengerutkan keningnya bingung. Ia tak paham maksudnya. "Pergi ke rumah?"
Jen mengangguk.
"Mungkin maksud kamu pulang ke rumah kali, Jen. Bukan pergi ke rumah," timpal Lauza membenarkan.
"Iya, itu maksudnya," sahut Jen.
Jen menggenggam erat kedua tangan Zahra. "Nay, nanti kalau Mama udah gak ada, jaga diri baik-baik, ya? Gak boleh nakal. Nurut sama suami kamu. Okay anak Mama?"
"Pergi yang Macan maksud itu pergi kemana?" tanya Zahra, jujur ia tidak suka dengan pembicaraan ini.
"Pergi ke angkasa yang sangat jauh.." sahut Jen diakhiri dengan tertawa kecil.
"Ma? Jangan ngomong aneh-aneh, deh."
"Mama gak ngomong aneh-aneh, kok."
"Tapi, pembicaraan Macan itu seolah-olah Macan mau pergi jauh, dan Inaya gak suka itu."
"Nay, mulai sekarang panggil Tante Lauza itu Umi, ya. Dan, panggil Ustad Luhqi itu Abi, oke cantik?" Jen mengalihkan topik pembicaraan.
Zahra diam membisu, tidak menjawabnya.
"Inaya," panggil Jen.
"Hm?"
"Iya atau nggak?"
"Iya, Macan. Mulai hari ini juga Inaya panggilnya Umi dan Abi.." sahut Zahra dengan terpaksa.
"Nah, bagus! Janji, ya?"
Zahra hanya mengangguk pasrah membuat Jen tersenyum karna tidak ada bantahan dari Zahra.
Tangan kanan Jen terangkat ke udara, ia memukul kencang dadanya yang tiba-tiba terasa sesak.
Semua yang ada didalam ruangan itu pun panik melihatnya. Air mata Zahra sudah jatuh begitu saja.
"Ma? Mama kenapa?! Dadanya sesak lagi, ya?" lirih Zahra dengan mulut yang bergetar.
"Bertahan ya Jen, aku panggil Dokter du─"
Jen menggeleng cepat. "J-jangan, gak u-usah, Lau.."
"DOKTERRR!!" teriak Zahra tiba-tiba.
"Nay? Gak usah panggil Dokter. Mama c-cuma butuh istirahat aja, Mama capek. Mama m-mau tidur bentar. Mama tidur bentar ya, Nay?"
Zahra menggeleng dengan air mata yang tak henti-hentinya mengalir membasahi pipinya. "Jangan! Macan gak boleh tidur. Macan harus tunggu Dokter kesini dulu!" cegah Zahra. Ia mempunyai firasat buruk. Zahra membuang firasat buruk itu jauh-jauh supaya tidak terjadi.
"Nak, udah biarin aja dulu Mama Jen istirahat, kasihan dia capek.." timpal Lauza sambil mengusap pelan punggung Zahra.
"Gak! Macan pasti bohong, Tan!" kata Zahra sambil menatap Lauza. Ia kembali menatap Jen yang sudah tidak memukul dadanya seperti tadi. "Ma? Jangan tutup matanya, ya? Jangan. Gak boleh!"
Nafas Jen tersengal-sengal, matanya pun berkali kali buka dan tutup, ia berbicara dengan sepatah-patah. "Nak Z-Zizan, Lau, Ustad L-Luhqi.. T-tolong jagain p-putri cantik kesayangannya M-Macan, ya? D-dan Inaya, kamu gak b-boleh nakal, ya? H-harus nurut.."
"Ibu Jen, ikut ucapan saya, ya?" instruksi Luhqi.
Jen hanya mengangguk patuh.
"Asyhadu an laa ilaaha illallah.."
"Asyha-du a-an laa i-ilaaha illallah.."
"Wa asyhaduanna muhammadar rasulullah.."
"W-wa a-asyhaduanna m-muhammadar rasulullah.." Setelahnya Jen menutup matanya dengan rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dosen My Husband
Teen FictionMenceritakan seorang gadis yang duduk di bangku perkuliahan yang mempunyai trauma dengan masa lalunya. Perlakuan Ayahnya yang menduakan Mama kandungnya membuat gadis itu trauma berhubungan dengan laki-laki, sampai ia tidak ingin menikah. Ia mengang...