S e p u l u h

82 4 0
                                    

"Assalamu'alaikum?" ucap salam dari balik pintu transparan itu, memperlihatkan keluarga Zizan yang sudah berdiri di depan pintu.

Jen dan Zahra menoleh secara bersamaan ke arah pintu. "Wa'alaikummussalam.." sahut Jen dan Zahra kompak.

"Ayo, silahkan masuk," ajak Jen.

Zizan dan kedua orang tuanya melangkah masuk ke dalam ruangan sepetak itu.

Zahra menatap terkejut ketika seorang lelaki yang ia panggil Om itu berada di tempat yang sama dengan dirinya. Sedangkan Zizan hanya biasa-biasa saja.

Seketika Zahra teringat dengan ucapan Jen pada siang hari tadi, Jen mengatakan bahwa akan mengajak calon suaminya untuk datang ke rumah sakit. DEGGGGG!!

Zahra menghampiri Lauza dan Luhqi yang berjalan beriringan, dan ia menyalimi punggung tangan kedua paruh baya itu dengan sopan.

Tatapan matanya bertemu dengan Zizan yang berjalan di belakang kedua orang tuanya. Namun hanya sebentar, karena Zizan memutuskan kontak matanya menatap ke arah lain. Zahra berdecih melihatnya.

Zahra melamun memikirkan sesuatu yang sangat ingin ia ketahui. Ingin bertanya? Assudahlah! Lamunan Zahra buyar ketika Lauza bersuara, menanyakan kondisi keadaan Jen.

"Jen, gimana keadaan kamu?" tanya Lauza.

"Alhamdulillah sudah mendingan, Lau.." sahut Jen sambil tersenyum.

"Syukurlah kalau begitu," Lauza bernafas lega mendengarnya.

"El, ngobrol gih sama Zahra!" suruh Luhqi sambil menatap Zizan.

Zizan menoleh, "hah?"

"Hah, hah, hah, hah! Abi kirim ke Arab juga, kamu, ya!" jengkel Luhqi dengan ancaman mautnya.

Zizan muak dengan ancaman Luhqi. "Iya, iya, El ngobrol. Pemaksa!" pasrah Zizan dengan kalimat cibiran di akhirnya, tidak terdengar karna ia mengucapkan dengan sangat pelan.

Zahra pun terkejut mendengarnya. "Gue? Sama Om ini? Ngobrooollll?? Gak, gak. Gue gak mau!" batin Zahra menolak mentah-mentah.

"Gak mau!" semua yang berada di ruangan itu sontak menoleh pada Zahra.

"Inaya!" geram Jen sedangkan pelakunya hanya menyengir kuda.

"M-maksud Inaya tuh, gak mau.. Uumm, Aishh, apa yaaa? Intinya bukan gitu maksudnya, Ma. Ooiya, yaudah kalau gitu aku mau cepet-cepet ngobrol sama Om Zizan, gak sabar. Ayo, Om, ikut gue!" tangan mungil Zahra menarik paksa Zizan supaya ikut dengannya.

Sedangkan Zizan hanya pasrah. Ia bahkan terkejut dengan gerakan Zahra yang tiba-tiba menarik tangannya secara paksa sehingga tangan keduanya menyatu.

Ceklek

Jen, Lauza, dan Luhqi terkejut dengan Zahra yang memegang tangan kekar Zizan.

"U-umi, i-itu anak kita.." Luhqi tidak sanggup berkata-kata, karna syok selebihnya shick shack shock. Syok melihat Zizan berpegang tangan langsung menyentuh kulit dengan perempuan yang bukan mahramnya.

"Udahlah biarin aja, Bi. Nanti kita nikahkan mereka berdua. Udah, cup, cup!!" Lauza bersuara menenangkan.

Luhqi tersenyum simpul. "Huh, iya, deh. Tapi, Mi─"

"Tadi, kan, Abi yang suruh El buat ngobrol sama Zahra. Nah, mereka berdua mau ngobrol tuh kayaknya. Jadi, udah, ya, gakpapa?"

"Y-ya, maksud Abi, kan, ngobrolnya disini aja, Mi. Gak di luar juga. Mana segala pegangan tangan lagi, Mi." Oceh Luhqi.

My Dosen My HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang